Skip to main content

RUMAH KESUKAAN TUHAN (Diambil dari buku “Rumah Kesukaan Tuhan” ditulis oleh Tommy Tenney) - Bagian Kelima



Kita Telah Kehilangan Seni
untuk Menyenangkan Hadirat Tuhan


Kita ingin menarik perhatian Tuhan, namun setelah Ia datang mengunjungi kita, atau setelah kita merasakan hadirat-Nya ada di tengah-tengah kita, kita berkata, “Hai, senang Engkau datang — aku harus pergi,” dan kita pergi dalam jalan kita sendiri. Terlalu sering kita menginginkan kehadiran Tuhan di tempat penyembahan kita hanya untuk memberikan sensasi pada perasaan kita. Kita berkata, “Oh, Ia hadir di sini.” Pertanyaannya adalah, “Apakah Ia akan tinggal?” Ini bukan tentang kita; initentang Dia.
Harus ada lebih dan sekadar perasaan tergetar dan tercekam. Daud tidak puas hanya untuk menikmati kunjungan sementara. Ia menginginkan lebih dariitu, dan itulah sebabnya ia memberi tahu para penyembah kaum Lewi, “Kamu tidak akan pergi ke mana-mana. Aku ingin kamu dan kelompokmu mengambil tiga jam pertama. Kamu berikutnya, dan kamu yang ketiga.”
Saya merindukan hari di mana umat Tuhan akan memberikan “24/7” penyembahan kepada Tuhan, untuk menyembah dan memuja-Nya 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Dengan sangat sedikit perkecualian, mezbah-mezbah gereja adalah tempat yang paling tidak digunakan di Amerika dan seluruh dunia. Sementara aliran arus manusia yang deras memadati pasar swalayan, yang buka selama 24 jam untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan sehari-hari, gereja-gereja kita nyaris tidak bisa membuka pintunya selama dua jam per minggu karena kebutuhan akan “produk” gereja begitu rendah. Kita harus mengembangkan gaya hidup “24/7” sebelum kita mengadakan struktur yang terorganisir, kalau tidak itu akan menjadi seperti segala sesuatu yang telah kita lakukan — mekanis!
Buku ini tidak ditulis untuk menganjurkan pembukaan pintu-pintu gereja secara sengaja. Buku ini adalah sebuah panggilan terhadap gairah hati Daud, seorang penyembah. Tabernakelnya menjadi rumah kesukaan Tuhan karena siapa yang menyembah di sana! Sebagaimana 114 Slack Street menjadi rumah kesukaan saya, bukan karena pohon magnolianya atau cat putih dan karpet ruang tamunya yang berwarna hijau, namun karena siapa yang tinggal di sana — Ibu dan Ayah dan keluarga.
Tuhan hanya ingin bersama anak-anak-Nya. Kandang pun bisa jadi itu terjadi di Betlehem dan di Azusa Street. Di mana pun bisa asal bisa berdekatan. Jika Daud melihat tabernakelnya yang sederhana dan berkata, “Suatu hari nanti aku akan mendirikan yang lebih baik,” kemudian Tuhan menjawab, “Sebuah kemah pun jadi, Daud. Hanya jagalah kobaran hatimu!
Kita telah mendirikan mezbah-meabah yang indah dengan nyaris tidak ada seorang pun di dalamnya, jika tidak ada nyala api, tidak ada yang bisa dilihat. Tidak ada kemuliaan shekinah (hadirat Tuhan yang kelihatan) di gereja-gereja kita karena kita telah kehilangan kemampuan kita untuk menjadi tuan rumah bagi Roh Kudus. Mengapa Tuhan berkata bahwa Ia akan membangun kembali rumah Daud? Saya yakin ini karena tabernakel Daud tidak memiliki selubung atau tembok pemisah. Ia merindukan keintiman antara diri-Nya dan umat-Nya; Ia ingin menyatakan kemuliaan-Nya pada dunia yang terhilang dan mati. Ia harus membangunnya kembali karena tangan-tangan manusia yang lemah telah lelah menyanggah pintu surga agar tetap terbuka dengan penyembahan dan doa syafaat mereka.
Apakah kita bersedia untuk menemukan kembali apa yang dipelajari oleh Daud, atau kita sudah jemu dengan “tur warisan” Tuhan? Apakah kita telah masuk ke dalam mobil dan menyalakan pendingin ruangan sembari berkata, “ini tidak berarti apa-apa bagiku karena aku tidak memiliki kenangan apa pun tentangnya?”
Saya merenungkan apa artinya bagi Tuhan untuk diam di tabernakel Daud yang sederhana dalam seluruh kemuliaan-Nya, untuk duduk tepat di tengah-tengah umat-Nya tanpa selubung atau dinding apa pun yang memisahkan-Nya dan ciptaan-Nya untuk pertama kalinya semenjak peristiwa di Taman Eden.
Berpalinglah kepada-Nya sekarang dan bertanyalah kepada-Nya apa yang sesungguhnya diinginkan-Nya. Jawabannya akan mengubah Anda selamanya.

Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar