Skip to main content

BERSEKUTU SELAMANYA DENGAN DIA (Mzm 15 bag.1)



BERSEKUTU SELAMANYA DENGAN DIA
(Mzm 15 bag.1)
Oleh: Bpk. Peter B, MA

“Tuhan siapakah yang boleh menumpang dalam kemahMU. Siapa yang boleh diam digunungMU yang kudus? (Mazmur 15:1). Allah kita  adalah Allah yang kudus. Salah satu gelarNya adalah Yang Maha Kudus. Tempat tinggalNya juga sering disebut sebagai GunungNya yang kudus. Bukanlah suatu hal yang remeh jika hendak menghadap Dia. Orang-orang perjanjian lama sangat mengerti dan tahu benar akan hal itu. Mereka yang hidup di zaman Musa, pasti tahu benar bagaimana dasyat dan mengerikannya  perjumpaan antara Tuhan dan umat Israel di Gunung Sinai, seiring dengan guntur, petir dan kilat yang sambar menyambar, kegentaran umat Israel tak tertahankan lagi hingga mereka memohon dengan sangat supaya Musa mewakili mereka.
Akhirnya hanya ada dua orang yang bertahan digunung itu: Musa di puncak dan Yosua, abdinya di lereng gunung. Benar-benar tidak sembarang orang dapat menjumpai Dia. Oleh karena itu, pertanyaan Daud di atas menjadi penting bagi kita. Dalam perenungan yang dalam serta diterangi hikmat Roh Kudus maka dapat dilihat beberapa hal yang ingin Tuhan tunjukkan lewat satu ayat ini. Yang pertama, pertanyaan itu menunjukkan kerinduan Daud. Lewat Mazmur yang diawali pertanyaan ini jelas sekali tampak bahwa Daud rindu untuk bersekutu dan bertemu dengan Allah. Kerinduan itulah yang membuat ia bertanya: bagaimanakah aku dapat menjumpai Tuhan Yang Maha Kudus? Kedua, pertanyaan itu menunjukkan penghormatan dan rasa takut yang dalam akan Allah. Daud bukan saja terkenal sebagai orang yang dekat dan bersuka bersekutu dengan Allah tetapi ia juga sangat menghormati dan menjunjung tinggi akan Allahnya. Penyembahan sejati tidak mungkin lepas dari kegentaran dan rasa takut akan Allah. Tanpa takut akan Tuhan tidak ada penundukan dan tanpa penundukan diri tidak ada penyembahan.
Berapa banyakkah mereka yang sekarang ini disebut “penyembah-penyembah benar“ memiliki hati seperti Daud dan menanyakan di dasar hati mereka pertanyaan seperti Daud dimanakah kerinduan akan Tuhan? Dan yang jauh lebih langka sekarang ini: dimanakah takut akan Allah itu di hari-hari ini?  Di era kekristenan sekarang ini justru tidak ada lagi pertanyaan seperti Daud. Yang ada hanyalah rasa sok tahu. Banyak orang percaya merasa telah mengerti, telah sampai pada pengalaman-pengalaman terintim, telah memahami semua kebenaran mengenai Allah. Hasil akhir yang menyedihkan dari semuanya itu adalah rasa puas diri yang berlebihan; begitu berlebihannya sampai- sampai membutakan mereka akan kebenaran yang sejati. Seperti yang di katakan oleh Tommy Tenney, “Gereja sudah terlalu biasa dan puas dengan apa yang baik sehingga kehilangan yang terbaik dari Tuhan “camkanlah itu baik-baik: penghalang terbesar bagi yang terbaik seringkali adalah hal-hal yang baik!
Menyimak lebih jauh dalam Mazmur 15 ini merupakan Mazmur mengenai menyembah Tuhan dalam kebenaran. Bagaimana sebenarnya menyembah dalam penyembahan yang sejati itu? Yoh 4:24 mengatakan “Didalam roh dan kebenaran “dan Mazmur 15 mengajarkan pada kita bagaimana menyembah didalam roh dan kebenaran itu. Tetapi sebelum itu, ada baiknya meneliti kembali pertanyaan Daud diatas. Jika diperhatikan, dalam satu ayat itu Daud bertanya dalam dua kalimat tanya. Yang pertama, ia bertanya “Siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? “dan kedua, ia bertanya, “Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus?”. Dua pertanyaan. Apakah artinya sama? Mari kita cermati baik-baik.
Pertanyaan pertama, Daud bertanya, “Siapa yang boleh menumpang di kemah Tuhan.” Kata yang dipakai di sini adalah “menumpang di kemah Tuhan”. Apa artinya? Di zaman perjanjian lama menumpang dan diizinkan tinggal di kemah seseorang artinya diterima untuk dapat bersekutu dengan tuan rumah. Tetapi tidak hanya itu, “menumpang” berarti tidak menetap, hanya singgah, mampir dan tinggal di situ sementara saja. Di sini sebenarnya Daud sedang berbicara mengenai PERSEKUTUAN DENGAN TUHAN, MENIKMATI HADIRAT TUHAN dalam penyembahan. Dalam penyembahan kita selagi kita masih tinggal di dunia, kita seumpama orang yang “menumpang”masuk dalam persekutuan dengan Dia. Tidak selama-lamanya  kita mengalami manifestasi hadiratNya selama masih di dunia. Mengecap suasana dan manifestasi hadiratNya yang mulia sekarang ini begitu terbatas dan sementara; itulah “menumpang dalam kemah Tuhan”.
Hal ini berbeda dengan pertanyaan yang kedua: “Siapa yang boleh diam di gunungMU yang kudus?”. Ini tidak lagi berbicara mengenai hal yang sementara tapi menetap. Ini berbicara mengenai diam dan tinggal bersama-sama Allah selama-lamanya di surga; di hadapan dan dalam hadiratNya yang kekal. Pada saat itu, Allah sama nyatanya dengan dunia nyata yang kita rasakan sekarang. Kita akan menikmati keindahanNya terus menerus;  begitu nyata dan tak terselubungi. Dari dua pertanyaan tadi, sebenarnya secara tidak langsung Daud bertanya “Siapakah yang dapat memasuki persekutuan pribadi dan kemudian DIAM bersama Dia selamanya? Siapakah yang dapat merasakan dan menikmati hadiratNya yang nyata seperti di surga mulia? Daud mencari jawaban akan siapa yang dapat mengalami saat-saat terintim dalam penyembahan. Ya siapakah yang dapat?. Adalah menarik untuk mengetahui bahwa jawaban dari dua pertanyaan itu adalah sama (yaitu yang ditulis kemudian pada ayat 2 sampai 5).  Ini menunjukkan suatu hal penting, yaitu bahwa syarat untuk merasakan kehadiran dan persekutuan dengan Dia di bumi dan syarat untuk bersekutu dengan Dia di surga adalah sama . Syarat untuk penyembahan, baik yang sementara di bumi dan selamanya di surga adalah sama. Jangan senang dulu apabila engkau merasa telah dapat menyembah di bumi! yang perlu diteliti lebih lanjut di sini adalah sudah samakah antara penyembahan kita sekarang di bumi dengan nanti di surga?
            Begitu banyak orang merasa senang dan cukup apabila telah merasakan hadirat Tuhan sewaktu penyembahan. Ada damai, sukacita, ketenangan, dsb dalam hadirat Tuhan; tapi benarkah hanya seperti itu? Kesalahan fatal gereja Tuhan saat ini adalah mengganggap penyembahan yang sekarang telah cukup menyenangkan Tuhan dan hadiratNya hanyalah seperti yang mereka alami dan rasakan sekarang ini. Bukan! Sama sekali bukan! Allah kita memang sumber damai sejahtera dan sukacita tapi ia juga Maha Kudus dan Raja di atas segala raja. Tanpa hormat yang besar, tanpa takut akan Dia lebih dalam tidak ada keintiman bersama Dia.HadiratNya di surga jauh melebihi yang ada di bumi sekarang ini. Tanpa hormat dan takut di hadapanNya, hanya remah-remah sukacita dan damai yang kita peroleh. Bayangkanlah betapa jauh perbedaan antara mereka yang menghormati seorang raja dari jauh dengan mereka yang menghormatinya di istana, di hadapan-Nya? 

BAG 2: WORSHIP IN TRUTH

Comments

Popular posts from this blog

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

SIKAP DAN PANDANGAN KITA YANG SEHARUSNYA TERHADAP NUBUAT /PENGLIHATAN: MENANGGAPI PESAN PROFETIK YANG DISAMPAIKAN OLEH CINDY JACOB DI MEDIA SOSIAL

Oleh: Didit I. Beberapa hari ini saya mendapatkan kiriman cukup banyak dari rekan-rekan di media sosial tentang nubuatan dari Cindy Jacob terkait Bapak Ahok. Menanggapi pesan nubuatan dari Cindy Jacob yang disebarkan di media sosial tersebut, Tuhan menggerakkan saya untuk mengajak rekan-rekan dan seluruh umat Tuhan untuk bersama menguji pesan yang disampaikan oleh Cindy Jacob dan mencari kehendak Tuhan dalam pesan tersebut. Pesan profetik yang disampaikan oleh Cindy Jacob seperti gambar di bawah ini: Sesuai dengan 1Tesalonika 5:19-22, kita tidak boleh memandang rendah setiap nubuatan namun juga tidak boleh langsung menerimanya mentah-mentah, sebaliknya kita harus mengujinya. Ini berarti sikap kita terhadap setiap nubuatan/penglihatan adalah menampungnya untuk kemudian diuji sesuai dengan cara dan prinsip Firman Tuhan dan mencari maksud serta tujuan pesan nubuatan/penglihatan tersebut. Penting di sini untuk bersikap netral/tidak berprasangka terlebih dahulu terhadap setiap pesan nubuata