Skip to main content

MENJADI MURID (2)

Oleh: Peter B, MA



3. SEBAGAI MURID TUHAN, KITA BELAJAR SETIAP HARI DIMANA DUNIA MENJADI RUANG KELASNYA DAN URUSAN-URUSAN HIDUP SEHARI-HARI SEBAGAI MATA PELAJARANNYA

"Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid" (Yes. 50:4)
Setiap pagi merujuk pada setiap hari baru. Dan seperti itulah kita belajar. Setiap hari yang baru, Tuhan akan menuntun kita masuk ruang kelas-Nya dan mengajari kita hikmat-Nya. Mengenang kembali masa-masa sekolah dasar dan menengah yang sekarang juga sedang dijalani anak-anak saya, setiap pagi apapun kondisinya, jika ia murid sekolah maka ia harus memaksa dirinya untuk bangun, mendisiplin dirinya untuk mandi, bersiap, mengambil perlengkapan sekolah dan mengikuti pelajaran berjam-jam lamanya. Itu tidak berhenti jika siang harinya ada pelajaran tambahan atau kursus. Terkadang itupun masih berlanjut dengan pekerjaan rumah maupun tugas-tugas sekolah untuk individu maupun kelompok. Bagi anak-anak usia sekolah, hampir seluruh waktu digunakan untuk belajar. Sayangnya, ketika masa-masa sekolah berakhir proses belajar ikut terhenti pula. Mungkinkah itu juga yang terjadi setelah kita merasa cukup tahu yang sedikit itu tentang Tuhan dan pribadi-Nya?

Sesungguhnya proses belajar, lebih-lebih belajar dari Tuhan, untuk memperoleh hikmat-Nya merupakan proses yang tak ada batas akhirnya. Tuhan itu terlalu luas, besar, tinggi dan dalam untuk dapat dipahami dengan kemampuan otak manusia yang terbatas ini.  Memahami yang tersurat dalam Alkitab, mungkin saja tak pernah habis sepanjang usia kita. Walau ribuan buku dan tafsir telah dibuat, kedalaman hikmat Tuhan dalam firman-Nya tak terselami seluruhnya. Itu belum ditambah bahwa Dia masih bekerja hingga hari ini dan terlibat aktif dalam kehidupan anak-anak dan hamba-hamba-Nya, tak sedikitpun berkurang campu tangan-Nya sejak hamba-hamba-Nya di zaman Kejadian hingga abad ke-21 ini. Dia tetap akan memberikan hikmat dan pimpinan menghadapi segala tantangan yang berbeda di tiap zaman yang dihadapi umat-Nya di tiap generasi. Kita tidak akan pernah dapat berkata 'cukup' untuk belajar dari-Nya!

Sayangnya, karena kurang menyadari atau mungkin malah tiada berniat menjadi murid Tuhan, maka kita seringkali memasuki hari baru seperti orang-orang yang sombong. Kita merasa tahu yang akan kita lakukan, memiliki tujuan dan cita-cita yang akan kita tuju, merasa mampu mengejar target bahkan menepuk dada dengan bangga bahwa kita adalah manusia-manusia yang unggul, hebat, penuh kreatifitas dan akan meraih hal-hal yang besar. Atau, seperti sebagian yang lain, kita merasa cukup kuat dengan bakat kita, profesi kita, pekerjaan kita, kepandaian kita atau mungkin juga harta kita, sehingga kita bersikap seperti seorang yang banyak tahu dan kerap meremehkan orang lain yang kita pikir kurang keadaannya dari kita. Sikap-sikap demikian bukanlah sikap murid Kristus.

Orang-orang paling berhasil menurut ukuran dunia merupakan orang-orang yang tidak lelah dan tidak surut untuk belajar. Mereka terus mendalami minat, bidang dan profesi mereka sehingga menjadi orang yang ahli dan mumpuni melebihi yang lainnya. Sampai-sampai karena itu, mereka memperoleh harta yang tidak sedikit. Ini pun berlaku dalam kehidupan rohani. Pengikut-pengikut Kristus yang berhasil adalah murid-murid-Nya yang terbaik, yang tidak pernah berhenti atau menyerah mengejar hikmat dan menyelami jalan-jalan Tuhan. Sebaliknya, murid-murid yang malas akan tinggal kelas, tetap tinggal dalam kebodohan dan menjalani kehidupan yang sukar di kemudian hari.

Hari yang baru ialah kelas yang baru bagi murid-murid Tuhan. Sebaiknya kita menyambut dengan riang gembira dan penuh semangat sebab Sang Guru Agung siap dan penuh harap dalam mendidik kita. Masukilah ruang kelas Anda dengan penuh kesungguhan untuk belajar. Selama jam-jam dan waktu-waktu yang berlalu, berilah telinga Anda dan mintalah supaya senantiasa tetap peka akan bimbingan Tuhan. Tangkaplah dan catatlah di relung hati Anda (dan jika perlu di catatan harian Anda) pelajaran hikmat-Nya. Tanyakanlah yang belum jelas dan teruslah renungkan. Anda akan menemukan begitu banyak harta yang berharga jauh melampaui emas perak menjadi milik Anda saat perkataan demi perkataan Guru Besar itu mengisi hati dan pikiran Anda.

Orang-orang yang kita temui, peristiwa yang kita lihat, kita rasakan dan alami, bersama-sama dengan pengetahuan atau berita yang kita terima serta tugas yang kita kerjakan -di dalam semuanya itu terkandung pelajaran-pelajaran kehidupan yang terselip dari Tuhan, yang hanya akan kita tangkap jika kita memiliki hati seorang murid.

Tantangan-tantangan dalam kehidupan merupakan pekerjaan rumah dan latihan untuk menjadi semakin bijak di dalam Tuhan. Persoalan hidup yang sedang yang terjadi adalah ujian. Masalah yang kita hadapi ialah sebuah tes apakah kita telah cukup memahami ajaran Tuhan sehingga kita lulus dan mendapat nilai yang baik saat mempraktekkannya. Begitu seterusnya hingga tanpa sadar, jika kita tekun belajar dan menjadi seorang murid, kita naik kelas dan berada pada level berikutnya dalam kelas-kelas kehidupan sejati.

Kata kuncinya di sini ialah "disiplin". Dari sanalah kata "disciple" atau murid itu berasal. Kata "Discipline" dalam bahasa Inggris menurut kamus Webster mengandung arti antara lain "suatu cara bersikap yang menunjukkan kerelaan untuk mematuhi aturan atau perintah"; kebiasaan yang dinilai dari seberapa baik dalam hal mengikuti serangkaian aturan atau perintah; "penguasaan diri".
Dan orang yang berdisiplin ialah mereka yang mengikuti perintah dengan baik, mengikuti latihan yang mengoreksi, membentuk dan menyempurnakan diri sesuai standar yang diberikan gurunya.
Jadi, sejauh mana kita mau mendisiplinkan diri atau rela didisiplinkan Tuhan dalam kelas-kelas dan sesi-sesi kehidupan, sebanyak itulah keberhasilan kita sebagai murid-murid Kristus. Sejauh mana kita memandang dan menjadikan hari-hari kita sebagai ajang untuk bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, sejauh itu pula keberhasilam kita untuk menjadi semakin matang sebagai murid Tuhan.


4. TUJUAN DARI MENJADI MURID TUHAN IALAH SUPAYA HIDUP KITA MENJADI BERBUAH, MENJADI SALURAN BERKAT YANG MENOLONG DAN MEMBERKATI ORANG BANYAK, SEPERTI HIDUP KRISTUS

"… supaya dengan perkataan, aku dapat memberi semangat baru kepada orang-orang yang letih lesu" (Yes. 50:4) adalah salah satu tujuan dan hasil yang Tuhan rindukan terjadi dalam hidup kita saat kita telah bertumbuh sebagai seorang murid yang baik.

Sebagaimana guru kita demikianlah seharusnya kita sebagai murid-murid-Nya. Ia yang penuh kasih dan kemurahan, senang memberi dan memberkati dalam kekayaan kemuliaan-Nya, Ia pun ingin supaya setiap murid-Nya memiliki hati dan pikiran seperti yang ada pada-Nya. Bertumbuh dan berubah menjadi pribadi-pribadi yang sarat belas kasih dan selalu ingin membagikan apa yang ada di hidupnya khususnya bagi dunia yang membutuhkan jamahan dari sorga ini, merupakan tujuan Tuhan melatih para murid dan pengikut-Nya. Seperti Yesus yang mengundang mereka yang letih lesu dan berbeban berat, kita dipanggil dan dibentuk supaya melalui perkataan-perkataan kita, perbuatan-perbuatan kita bahkan hidup kita menyalurkan dan melepaskan kelegaan yang Tuhan sediakan bagi mereka yang mau datang kepada-Nya. Air yang melimpah membutuhkan pipa atau alat penyalur supaya berguna bagi kebutuhan banyak orang. Kitalah penyalur-penyalur berkat Tuhan itu. Kitalah yang hendak dipakai-Nya menjadi sarana pembagi, pembawa,  penyampai serta pengimpartasi kekayaan dan kehidupan ilahi itu kepada mereka yang membutuhkan. Itu nyata dari kehidupan Kristus yang saat kita mengetahui ini seharusnya melahirkan suatu tekad di hati kita untuk melayani banyak orang:

"Karena Anak Manusia juga datang BUKAN UNTUK DILAYANI, melainkan UNTUK MELAYANI ..." (Mark. 10:45).

Sebagai murid-murid Tuhan, sudah seharusnya kita memiliki jiwa melayani dan rindu membagi-bagikan apa yang telah kita peroleh dari Tuhan secara melimpah sebagai murid-murid Tuhan.

Murid sejati cepat atau lambat, disadari sepenuhnya atau tidak, bertumbuh makin serupa dengan gurunya. Sepanjang pelayanan-Nya, Yesus telah menunjukkan bagaimana Ia mengajar secara luar biasa. Tidak ada yang dapat mengajar seperti Yesus. Sudah seharusnya pula dimulai dari setidaknya PERKATAAN-PERKATAAN KITA, banyak yang beroleh jamahan kuasa Tuhan.

Kesaksian para penulis Injil menggambarkan kesan pendengar setelah menerima pengajaran Yesus seperti ini:

"Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, TAKJUBLAH orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka" (Mat. 7:28-29)

"Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka TAKJUB MENDENGAR PENGAJARAN-NYA, sebab perkataan-Nya penuh kuasa" (Luk. 4:31-32)

"Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka TAKJUB MENDENGAR PENGAJARAN-NYA, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat" (Mrk. 1:21-22)

Kita akan dinilai berhasil menjadi murid-murid Yesus ketika apa yang kita sampaikan dalam komunikasi kita sehari-hari membuat orang takjub akan hikmat Tuhan, menjadi disegarkan dan dikuatkan kembali rohnya dan dibawa dalam pengenalan lebih lanjut pada Pribadi Tuhan. Perkataan Yesus BUKAN SEMATA-MATA ujaran-ujaran yang bernuansa rohani, mengutip ayat atau fasih dalam berbicara. Ada kuasa dalam perkataan Yesus. Terasa kasih dan ketulusan di dalamnya. Khotbahnya bukan biasa dan rata-rata apalagi membuat pendengarnya jenuh dan tersiksa mendengarnya. Yesus menyegarkan jiwa pendengar-Nya, membawa-Nya pada kerohanian sejati dan pengenalan yang benar akan Bapa. Pengajaran-Nya memukau karena itu masuk ke setiap hati orang dan menjawab kebutuhan jiwa mereka. Ia bukan sekedar memberi pelajaran, Ia mengajar dan menunjukkan pada orang-orang dengan cara sedemikian rupa sehingga kuasa Tuhan menembus masuk di hati setiap pendengarnya.

Seperti Yesus yang membawa pesan dan kuasa sorgawi, demikianlah Tuhan ingin kita menjadi. Perkataan hikmat keluar dari mulut kita. Kebijaksanaan nyata dari setiap ucapan dan pembicaraan kita. Melalui itu, terasa sungguh Tuhan bekerja. Kata-kata itu menjadi berkat dan kekuatan bagi setiap pendengarnya sebab memang "…lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan" (Ams. 15:2) dan "…mendatangkan kesembuhan" (Ams. 12:18).

Kebenaran ini sekaligus menunjukkan seberapa banyak perkataan kita boleh menjadi berkat bagi orang dengan membawa mereka pada sumber Air kehidupan itu, sejauh itulah kualitas kita sebagai murid Tuhan. Perkataan yang sembrono, asal diucapkan lebih-lebih ujaran-ujaran jahat yang menyakiti dan merendahkan orang apalagi sampai menghancurkan orang lain dengan fitnah dan tuduhan yang keji menyingkapkan secara tidak langsung dari siapa dan apakah yang telah mendidik jiwa kita sebenarnya selama ini.


5. LIDAH YANG MENDATANGKAN BERKAT, YANG MENJADI PENYAMPAI SUARA TUHAN DAN YANG PENUH HIKMAT TIDAK MUNGKIN KITA MILIKI JIKA KITA SEBELUMNYA TIDAK PERNAH MENJADI MURID SEJATI KRISTUS

"TUHAN ALLAH telah mengaruniakan kepadaku lidah seorang murid (seorang yang telah belajar dan diajari)… " (Yes. 50:4)

Bagian terakhir yang tak boleh diremehkan sebagai pelajaran bagi kita ialah bahwa sebelum kita benar-benar menjadi seorang murid, hidup sebagai murid, bertumbuh dalam pengenalan dan pengenalan akan Tuhan serta jalan-jalan-Nya, MUSTAHIL kita memiliki suatu lidah yang menyalurkan berkat Tuhan. Perkataan kita tidak akan pernah berasal dari hati dan pikiran Tuhan. Semuanya akan lagi-lagi bersumber dari pikiran dan hati kita sendiri. Yang dibesarkan dan dididik oleh hikmat duniawi dan melakukan segala sesuatu dengan kekuatan manusiawi.

Akhir zaman disebut sebagai hari-hari yang jahat (2 Tim. 3:1). Salah satu alasan utamanya ialah manusia semakin bebas berbuat jahat. Mereka semakin berani bersikap sombong dan angkuh. Dan banyak yang bersikap demikian karena memiliki sarana-sarana untuk melakukan dan memamerkan kecongkakan mereka. Media sosial ialah salah satunya. Melalui media sosial yang mengaktualisasi kepribadian orang, semua orang merasa berhak unjuk diri. Yang mempunyai kelebihan fisik dan rupa, yang dahulu bersikap biasa dan paling-paling hanya menyimpan pujian-pujian dari sekitarnya dalam hati, kini melalui media sosial mereka bisa menjadi pusat perhatian sedunia. Yang pendiam dan biasa merenung sendiri tanpa berani berkata-kata atau berkomentar dalam suatu pembicaraan, di masa kini oleh karena merasa tak diketahui identitasnya, menjadi berani mengeluarkan pikiran dan perasaannya secara bebas. Mereka membully, menghina, mencaci maki, merendahkan bahkan menyebarkan fitnah yang lahir dari kebencian-kebencian yang bercokol di hati mereka. Bahkan mereka bangga disebut sebagai "haters" dan merasa hebat disebut sebagai "hoaxers". Media sosial, dengan segala keuntungan dan manfaatnya, kembali menjadi sarana yang digunakan bagi keburukan dan kejahatan oleh karena sifat manusia yang telah rusak.

Melalui media sosial, orang tanpa sadar semakin digiring untuk menjadi para komentator, pengamat, penilai dan hakim atas orang lain. Ini ekses atau dampak yang tidak dapat dihindari. Beberapa orang  berhenti menggunakan media sosial saat merasa lebih banyak dampak buruk yang mereka rasakan telah meracuni jiwa mereka. Meski demikian, bukan berarti kita harus anti terhadap kemajuan teknologi yang sebenarnya memberikan manfaat yang tidak sedikit ini.

Agar terhindar dari jebakan kuasa gelap ini, maka kita semestinya menggunakan MEDIA SOSIAL SEBAGAI TEMPAT BELAJAR DAN BERBAGI BERKAT ROHANI. Dimana satu sama lain dapat berbagi dengan banyak saudara yang lain akan apa yang Tuhan taruh di hati mereka sebagai murid-murid Tuhan. Jika kita semua murid sejati Kristus, kita akan sama-sama belajar dari sesama saudara dalam iman.

Kesalahan terbesar orang-orang Kristen hari ini dalam pergaulan dunia maya ialah dengan menggunakannya sebagai sarana memamerkan kepandaian mereka atau lebih buruk menyampaikan pendapat mereka SEBELUM BENAR-BENAR PERNAH MENJADI ORANG YANG BELAJAR. Saat ini terjadi begitu masif, maka tidak mengherankan apabila kini terjadi kekacauan informasi dan provokasi yang hampir tanpa batas oleh karena orang-orang yang tidak pernah benar-benar belajar akan perkara-perkara yang benar apalagi yang berasal dari Tuhan saling mengomentari, saling berargumen, saling menyerang bahkan saling menghujat satu sama lain. Dari kualitas dan isi perkataan merekalah, kita tahu siapa murid Tuhan sejati dan yang bukan. Dari apa yang disampaikan lambat laun kita mengenal roh apa yang sedang bekerja dan membuat setiap orang mengeluarkan berbagai ucapan yang disampaikan di media-media sosial itu. Pastinya, seorang murid sejati akan memiliki lidah yang menjadi berkat bagi banyak orang. Tidak melemahkan atau menghancurkan orang lain melalui kata-kata kasar, kotor, tuduhan atau fitnah tapi membangun dan menyembuhkan jiwa-jiwa yang lain melalui hikmat yang Tuhan berikan padanya.

Lebih dari itu, melalui pesan mengenai pemuridan ini, seharusnya kita menyadari dengan benar bahwa tidak akan ada orang berhikmat, yang lidah bibirnya mengucapkan perkataan-perkataan yang mendatangkan berkat dan penuh hikmat SEBELUM IA MERENDAHKAN DIRI DAN MENJALANI PROSES SEORANG MURID. Seseorang bisa saja merasa dirinya seorang yang ahli, berpengalaman, tahu banyak akan bidangnya bahkan telah menjadi guru, dosen, pendidik atau profesor sekalipun AKAN TETAPI hikmat Tuhan pertama-tama akan diberikan kepada orang-orang yang mau merendahkan diri dan cukup rendah hati menjadi seorang murid lebih dahulu. Sungguh, "Hikmat ada pada orang yang rendah hati" (Ams. 11:2), dan orang yang rendah hati ialah yang akan menjadi murid sejati Tuhan.

Mereka yang tidak menjadi murid dan berhenti menjadi murid Tuhan, tidak akan mampu menyampaikan pikiran, pendapat dan pandangan yang tepat sesuai pikiran dan hati Tuhan. Begitu pula yang sekedar menjadi murid manusia yang lain. Mereka hanya akan menyuarakan ajaran panutan atau guru (manusia) mereka itu. Hanya mereka yang berjalan bersama Tuhan dan mengikut Dia serta belajar dari-Nya akan mendapatkan hikmat sejati, yang perkataannya menjadi berkat dan membawa orang lain pada perjumpaan dan pengenalan akan Tuhan.

Lalu, bagaimana kita tahu bahwa kita sekarang masih dan memang seorang murid Tuhan?

Untuk menjawab ini, kita harus jujur pada diri dan kepada Tuhan. Kita harus memeriksa hati kita apakah kita masih mengikuti sekolah-Nya setiap hari atau tidak. Mulailah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sejujur-jujurnya.


  • Apakah kita memberikan telinga untuk mencari Dia dan belajar dari-Nya melalui apapun di sekitar kita?
  • Adakah kita lebih cepat meragukan dan mempertanyakan sebuah informasi, pesan atau ajaran rohani ketimbang mencari tahu, menguji dan menyelidiki lebih lanjut apakah benar demikian?
  • Apakah kita lebih cenderung membantah dan berpandangan sendiri saat menerima masukan, nasihat atau bahkan teguran di hati kita terkait pendirian kita yang mungkin salah selama ini?
  • Apakah kita sering bersikap keras hati ataukah bersikap aktif memeriksa dan mengoreksi diri melalui perenungan yang mendalam?
  • Juga apakah kita lebih banyak melakukan introspeksi diri atau justru sepanjang hari lebih sering menilai dan mengoreksi orang?
  • Adakah kita bertanya dan mencari tahu lebih lanjut melalui penyelidikan firman atau berdiskusi dengan sesama rekan kita apabila terasa ada sesuatu yang belum jelas dalam hal-hal rohani atau lebih condong merasa tidak ada masalah dengan kerohanian kita?
  • Termasuk, bagaimana kita dalam menilai diri kita sebagai orang yang merasa lebih tahu, lebih kaya, lebih tua, lebih berpengalaman dan memiliki jabatan atau posisi rohani atau status sosial yang tinggi di masyarakat?
  • Apabila kita mengukur semua itu sebagai dasar untuk kita tidak mendengarkan yang lain dan belajar dari Tuhan, sesungguhnyalah kita bukan murid sejati-Nya.


Pertanyaan-pertanyaan di atas harus dijawab dengan jujur sebelum kita mendapatkan jawaban yang benar apakah kita masih terbilang sebagai murid Yesus atau bukan. Dari sana semestinya kita tahu, sejauh mana kita bisa mengukur diri jika kita bermaksud menasihati atau mengajar orang lain. Guru-guru sejati yang dipanggil Tuhan tidak lain sebelumnya adalah murid-murid sejati. Hanya mereka yang telah belajar dengan benar akan dapat mengajarkan kebenaran Tuhan dengan benar, tepat sesuai hati-Nya. Mereka yang tak pernah menjadi murid sejati, sebaliknya, akan menjadi guru-guru yang sesat dan berbahaya karena mereka mengajarkan pendapat dan pikiran mereka sendiri, bukan yang dari Tuhan. Mereka akan seperti yang dikatakan rasul Yudas mengenai guru-guru palsu:

"Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus.
Akan tetapi mereka menghujat segala sesuatu yang tidak mereka ketahui dan justru apa yang mereka ketahui dengan nalurinya seperti binatang yang tidak berakal, itulah yang mengakibatkan kebinasaan mereka.
Celakalah mereka, karena mereka mengikuti jalan yang ditempuh Kain dan karena mereka, oleh sebab upah, menceburkan diri ke dalam kesesatan Bileam, dan mereka binasa karena kedurhakaan seperti Korah.
Mereka inilah noda dalam perjamuan kasihmu, di mana mereka tidak malu-malu melahap dan hanya mementingkan dirinya sendiri; mereka bagaikan awan yang tak berair, yang berlalu ditiup angin; mereka bagaikan pohon-pohon yang dalam musim gugur tidak menghasilkan buah, pohon-pohon yang terbantun dengan akar-akarnya dan yang mati sama sekali.
Mereka bagaikan ombak laut yang ganas, yang membuihkan keaiban mereka sendiri; mereka bagaikan bintang-bintang yang baginya telah tersedia tempat di dunia kekelaman untuk selama-lamanya.
Mereka itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan." (Yudas 4,10-13,16)

Ayat 11 menyimpulkan siapa guru-guru yang bukan dari Tuhan ini: mereka mengikuti jalan Kain, menceburkan diri dalam kesesatan Bileam dan durhaka hingga binasa seperti Korah. Persamaan dari ketiganya telah jelas. Mereka semua bukan murid-murid Tuhan. Mereka tidak pernah mau belajar jalan-jalan Tuhan tapi menempuh jalan mereka sendiri hingga berbuat durhaka melawan kehendak dan jalan-jalan Tuhan itu sendiri.


PENUTUP : DICARI MURID SEJATI

Lee Camp dalam bukunya, Pemuridan Yang Murni: Kekristenan Radikal di Dunia Yang Memberontak, mengatakan: "Yesus dari Nazaret selalu meminta murid-murid-Nya untuk mengikut Dia -bukan sekedar "menerima Dia", bukan hanya "percaya pada Dia", bukan semata "menyembah Dia" tetapi untuk mengikut Dia: orang harus mengikut Dia atau tidak mengikut Dia. Tidak ada pengkotak-kotakan iman; tiada wilayah, tidak ada tempat, tiada bisnis, tada politik dimana ketuhanan Kristus dikecualikan. Kita harus menjadikan Dia Tuhan atas segala tuhan, atau kita menolaknya sebagai Tuhan dari apapun."

Dan memang demikian adanya, jika kita mengaku sebagai pengikut-Nya dan murid-Nya, kita sudah seharusnya mempraktekkan prinsip dan ketetapan-Nya dalam setiap bidang kehidupan. Tanpa terkecuali. Dalam hal penyerahan hidup kita untuk mengasihi Tuhan dan mengamalkan ajaran-Nyalah kita akan DIKENAL SEBAGAI MURID KRISTUS YANG SESUNGGUHNYA.

Selagi banyak yang berpikir bahwa "cukup percaya saja" sebagai orang Kristen, saya ingin menyampaikan bahwa menjadi Kristen,  - dimana bahkan istilah Kristen itu itu sendiri- adalah bermakna mengikut Kristus. Sebelum kita benar-benar menjadi murid-murid Yesus, sesungguhnya kita belum sampai kepada iman sejati, yang menyelamatkan. Iman sejati ialah iman yang hidup, yang nyata dalam perbuatan-perbuatan kita. Dan perbuatan-perbuatan itu ialah HIDUP SEBAGAI MURID-MURID-NYA: hidup dalam penundukan diri di hadapan-Nya, tiap-tiap hari taat dan menjadi pelaku hukum-hukum Kerajaan Allah, menolak kompromi dan mendalami perkara-perkara dunia namun mencari dan memikirkan perkara-perkara yang di atas, bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan jalan-jalan-Nya sampai  kehendak dan rencana-Nya makin terang dalam hidup kita. Dan dengan demikian kita tidak menyia-nyiakan kasih karunia Tuhan tetapi mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar (Fil. 2:12).

Jika Anda telah menerima kasih karunia Tuhan melalui iman dan percaya bahwa Dia adalah Juruselamat dan Tuhan bagi kehidupan Anda, Ia menyediakan KASIH KARUNIA YANG LEBIH BESAR LAGI BAGI ANDA hari ini. Ia memanggil Anda menjadi murid-Nya, mengikut Dia menempuh jalan terbaik yang telah disiapkan-Nya bagi Anda. Menolak pangglan ini akan menjadi kerugian besar bagi Anda dan mendukakan hati-Nya yang sangat mengasihi Anda. Hidup Anda terancam kembali terhilang atau sesat jalan ditelan kehampaan yang besar karena hidup tanpa makna.
Sebaliknya, menerima panggilan ini akan membawa sukacita di hati Tuhan dan Ia akan melimpahkan yang terbaik bagi Anda sepanjang perjalanan hidup Anda di dunia yang sekarang hingga upah kekal bagi Anda di sorga nanti.

Ambillah waktu sejenak tanpa ada suara apapun yang lainnya selain suara hati Anda dan bisikan Roh Tuhan di hati Anda. Pikirkan kesempatan terbaik dalam hidup Anda ini. Untuk belajar dari Guru Terbaik yang pernah ada dan hidup dalam hidup terbaik yang bisa Anda jalani.

Tidakkah Anda mendengar suara-Nya memanggil, "Ikutlah Aku dan kamu akan  Kujadikan penjala manusia."

Akankah Dia mendengar Anda berkata, "Mengikut Yesus keputusanku, ku tak akan menoleh ke belakang dan berbalik lagi pada dunia"?

SALAM REVIVAL!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.

Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar