Oleh: Peter B, MA
"Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku.” (Ulangan 5:6-7)
Berbicara mengenai sikap kita terhadap perselingkuhan (dahulu disebut serong atau penyelewengan), seorang ahli filsafat rohani pernah berkata: justru itulah yang membedakan kita dengan makhluk hidup yang lain, seperti binatang misalnya. Dia berkata bahwa binatang tidak mengenal apa yang namanya perselingkuhan. Mereka hidup secara bebas dan tidak ada ikatan khusus tertentu dalam berpasangan dan berkembang biak. Manusia-manusia akhir zaman yang menganut paham hidup bebas berusaha meniru kehidupan binatang yang bebas dan tanpa ikatan apapun dalam berpasang-pasangan. Apa yang terjadi? Fakta kemudian menunjukkan bahwa bagaimanapun manusia ingin hidup tanpa aturan khususnya dalam berpasang-pasangan dan mengumbar hawa nafsu, mereka tetap tidak bisa menerima kenyataan apabila pasangan mereka kemudian menyeleweng atau berselingkuh. Ya, itulah bedanya. Sebebas-bebasnya manusia ingin hidup tanpa ikatan moral tetap sulit sekali menemukan manusia yang tidak marah, terhina, merasa sakit, dan dikhianati apabila mengetahui orang yang dekat dan disayanginya berbuat serong dengan orang lain. Tidak ada seorangpun yang rela melihat pasangannya menyeleweng dengan orang lain (jika ada, itu bukan perkecualian tetapi sesungguhnya rasa sakit itu ditutupinya)
Pertanyaan yang penting adalah mengapa demikian? Jika binatang tidak memiliki perasaan apa-apa jika penjantannya berganti pasangan dengan betina lainnya, mengapa manusia merasa sakit hati dan dikhianati? Tidak sukar untuk menjawabnya: sebab Tuhan yang menciptakan mereka dengan memberikan nafas hidup yaitu sifat rohNya kepada manusia serta membuat manusia serupa dengan sifat dan gambarNya juga bukanlah Pribadi yang senang untuk dikhianati dan ‘diduakan’. IA Allah yang Setia. Kata ‘pengkhianatan’ tidak dikenal dalam kamus Allah. Sekali Ia mencintai, Ia akan tetap mencintai dengan kesetiaan.
Nats yang kita baca di atas memberikan penegasan yang tidak ada duanya mengenai hal ini. Pada saat Israel berjalan menuju tanah Perjanjian, Allah memperbarui perjanjian yang dibuatNya dengan nenek moyang Israel. Kini Perjanjian itu diadakan dengan Israel sendiri, bangsa pilihanNya (Ul. 5:2-3). TUHAN akan menjadi Allah mereka dan Israel menjadi umatNya. TUHAN akan bersekutuan dan berjalan bersama Israel.
Salah satu syarat Perjanjian itu adalah 10 Perintah Allah. Perintah pertama dan terutama adalah “Jangan ada padamu Allah lain di hadapanKu”. Inilah bukti tidak terbantahkan bahwa Yahweh, Allah Israel tidak mau diduakan dalam penyembahan umatNya. Jika Israel ingin hidup dan berjalan bersama dengan Dia, maka syarat utama yang harus dipenuhi adalah Israel harus mengakui satu Pribadi saja yang menjadi pusat dan fokus penyembahan mereka. Tidak boleh ada Allah lain yang disembah sebagai Tuhan.
Allah yang disembah Israel menyatakan diri dalam Perjanjian Baru dalam rupa manusia, Yesus Kristus Tuhan yang kini menjadi pusat penyembahan setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Kristen atau orang percaya. Pada dasarnya Allah Israel dan Allah kita adalah sama. Oleh karena itu apa yang berlaku terhadap Israel, berlaku pula pada kita. Bukan hukum dan peraturan Taurat secara hurufiah tetapi apa yang merupakan prinsip-prinsip dan inti dari hukum Taurat itulah yang tetap berlaku dan harus diterapkan dalam hidup orang Kristen. Itu berarti terhadap setiap orang yang mengaku umatNya, Tuhan mengadakan perjanjian yang sama dengan Israel: IA tidak mau kesetiaan umatNya terbagi. IA mau umatNya hanya menyembah satu Tuhan dan itu adalah DIA. Tidak boleh ada oknum atau Pribadi lain yang disembah dan menerima penundukan diri dan penyembahan selain DIA. Tahukah Anda akan hal ini?
Menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat berarti juga bahwa harus mengakui tidak boleh ada Tuhan lain yang disembah dan diikuti selain Yesus Kristus Tuhan. Ini berbeda bangsa-bangsa kafir yang tidak pernah mengenal Allah yang sejati. Apabila dalam perjalanan kehidupannya mereka menemui kuasa lain yang lebih besar dan dahsyat, yang sanggup menolong dan membebaskan mereka dari kesesakan, maka dengan senang hati dan rela mereka mengakui kuasa itu sebagai Tuhan mereka dan dengan demikian mereka menambah deretan daftar nama Tuhan yang mereka sembah. Menyembah Kristus berarti menjadikan Dia satu-satunya Tuhan dan ‘membuang dan menolak’ segala Tuhan yang lain dalam hidup kita.
Mungkin Anda berkata, “Oh, aku tidak mengakui Tuhan lain. Aku hanya mengakui Kristus aja.” Benarkah demikian? Biarkan saya masuk lebih dalam lagi. Mengakui dan menyembah Kristus berarti Kristuslah yang menjadi satu-satunya Pribadi dimana kepadaNya kita menundukkan diri seluruhnya, membaktikan dan mengabdikan hidup, beribadah serta berlaku taat dan setia. Apakah seberat itukah? Memang demikian yang disebut sebagai penyembahan. Menyembah berarti memberikan segala penghargaan, hormat, kemuliaan, pengakuan, peninggian dan pengabdian kepada yang disembahnya. Jika kita melakukan itu kepada Tuhan, kita sedang menyembah Dia. Jika kita melakukan itu kepada suatu oknum atau ideologi, itulah yang kita sembah. Jika kita tidak melakukan apa-apa, kita mungkin sedang menyembah diri kita sendiri. (Bersambung)
Comments
Post a Comment