Oleh Mary DeMuth
(Artikel ini diterjemahkan oleh Bpk. Peter B, MA)
Spiritual abuse atau pelecehan spiritual atau yang lebih tepatnya dalam bahasa Indonesia adalah penyalahgunaan otoritas rohani, telah lama saya kenal. Juga bertahun-tahun telah saya alami. Namun hingga kini, pembahasan mengenai ini masih sangat terbatas. Fakta bahwa ini merupakan suatu pengetahuan yang terlarang diketahui anak-anak Tuhan, menjadikan hal ini semakin tertutup dan sukar untuk diselidiki lebih lanjut.
Tuhan menunjukkan kepada saya bahwa spiritual abuse dimana kita dilecehkan secara rohani atau dikendalikan oleh otoritas secara buruk dan tidak seharusnya merupakan salah satu BENTUK DARI HUBUNGAN YANG BURUK (bad relationship) yang di dalamnya bersifat abusif (melecehkan dan menyalahgunakan hubungan) dan fokus pada kepentingan-kepentingan sepihak dari orang-orang yang terlibat hubungan tersebut. Hubungan antara pemimpin dan pengikut di suatu kelompok pelayanan atau komunitas jemaat bisa terjalin dalam suatu kondisi yang merusak dimana sang pemimpin mengeksploitasi dan memanipulasi pengikut-pengikutnya begitu rupa sehingga orang-orang ini bahkan tanpa sadar dikendalikan oleh manusia lebih daripada Tuhan. Dimanfaatkan keberadaannya dan berbagai sumber dayanya untuk berjerih lelah mengikuti permainan agama manusia daripada dihubungkan kepada Tuhan sendiri. Dari hubungan yang demikian, yang selanjutnya terjadi adalah tekanan yang begitu besar baik terhadap fisik maupun mental dari sang pengikut, imdisertai kebingungan, ketidakjelasan, kelelahan yang amat sangat namun di satu sisi terus menerus dipompa rohaninya dengan harapan-harapan palsu atau janji-janji manis yang sebenarnya merupakan bentuk trik untuk mengelabui orang-orang supaya mereka merasa hidupnya dikenan Tuhan.
Tuhan dapat menggunakan situasi-situasi yang abusif secara rohani untuk melatih ketaatan dan kerendahan hati anak-anakNya. Meski demikian, tidak selamanya anak-anak Tuhan harus berada dan tetap bertahan dalam suasana rohani yang demikian. Akan ada waktunya ketika Tuhan memanggil murid-Nya untuk keluar dari hubungan-hubungan semacam itu. Namun itu seharusnya adalah keputusan Tuhan dan bukan langkah emosional kita meskipun kita merasa sangat terluka dan menderita. Saya sendiri mengalami hal semacam itu bertahun-tahun lamanya sekitar 23 tahun yang lalu dan Tuhan membukakan pintu dan ladang yang baru justru ketika secara langsung akhirnya otoritas di atas saya melepaskan dan memutuskan hubungan dengan saya meski sayalah yang seringkali dilecehkan secara rohani dengan berbagai macam tuduhan dan penghakiman.
Artikel di bawah ini merupakan bahasan singkat mengenai pelecehan spiritual tersebut. Kiranya menjadi perenungan dan pengujian atas pelayanan-pelayanan yang kita ikuti dan untuk menerangi jalan kita lebih lagi menemukan kehendak Tuhan bagi hidup rohani dan pelayanan kita.
Salam revival. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
Salam kasih dan doadoa
Bpk. Peter B, MA
10 CARA MENGENALI PENYALAHGUNAAN WEWENANG ROHANI
Topik ini telah berkali-kali muncul di hati saya selama bertahun-tahun. Namun baru-baru ini, saya memperhatikan ada suatu gelombang yang lebih besar dari e-mail para pembaca mengenai topik ini, sebegitu banyaknya sehingga saya merasa akan berguna untuk membahasnya. Sekalipun saya tidak pernah memiliki pengalaman ekstrim dengan penyalahgunaan otoritas rohani, saya pernah mengalami beberapa kejadian yang membekaskan luka dan membuat saya kehilangan kepercayaan terhadap gereja-gereja dan organisasi-organisasi pelayanan yang bersikap melecehkan.
BEBERAPA DARI PELECEHAN ROHANI YANG PERNAH SAYA ALAMI:
• Pemimpin rohani saya menyampaikan pada saya bahwa meskipun saya kelelahan dan kesehatan saya menurun, saya harus tetap melayani disana karena jika saya tidak melayani saya akan kehilangan kesempatan- kesempatan melayani di waktu yang akan datang.
• Satu gereja yang berulang kali menyampaikan kepada kami bahwa mereka sesungguhnya pusat dari pelayanan pada Tuhan sehingga jika kami pindah ke pelayanan lain, ke gereja lain kami akan kehilangan yang terbaik dari Tuhan.
• Seorang pemimpin yang mendirikan pelayanan untuk menjadi sarana mendapatkan keuntungan, berdusta dan memanipulsi para donatur untuk menghasilkan uang yang lebih banyak lagi.
• Suatu organisasi pelayanan yang mempermalukan saya dengan membuang semua koleksi musik saya yang dianggap berasal dari setan (termasuk musik Lionel Ritchie dan Duran Duran).
• Seorang pemimpin yang menyudutkan saya, mengancam saya dan membentak saya karena saya menyampaikan satu bentuk kepedulian atas kesalahan yang dilihat orang lain dimana ini mengakibatkan suatu serangan kepanikan atasnya
Mungkin Anda mempunyai kisah sendiri yang ingin diceritakan
Tadi malam saya terbangun dengan beban ini beban yang tak dapat saya tanggung ini. Saya duduk dan menuliskan poin-poin penyalahgunaan wewenang rohani dari berbagai pelayanan dan gereja ang menggambarkan yang benar-benar terjadi. Seringkali, anda tidak menyadari bahwa Anda dalam situasi tersebut sampai kesehatan Anda merosot, jiwa Anda terkoyak dan hubungan hubungan Anda terganggu. Hati saya ingin membagikan ini semata untuk menyoroti praktek-praktek yang tidak sehat, manipulatif, dan mengendalikan orang lain.
PELAYANAN-PELAYANAN YANG MENYALAHGUNAKAN WEWENANG ROHANI
1. Memiliki pandangan yang menyimpang mengenai rasa hormat. Mereka melupakan suatu ungkapan sederhana bahwa rasa hormat itu diusahakan, bukan diberikan begitu saja. Pemimpin-pemimpin rohani yang menyalahgunakan otoritasnya menuntut penghormatan tanpa mengusahakannya dengan suatu kehidupan yang terhormat dan jujur
2. Menuntut kesetiaan pengikut-pengikutnya sebagai bukti kesetiaan pengikut-pengikutnya kepada Kristus. Itu harus menggunakan cara mereka atau tidak sama sekali. Dan jika pengikutnya tidak mau mengikuti cara itu, ia bersalah karena tidak lagi mengikuti Kristus.
3. Menggunakan bahasa yang eksklusif. Seperti misalnya,”Kitalah satu-satunya pelayanan yang sungguh-sungguh mengikut Yesus.” ”Teologi kitalah yang paling benar.” Mereka percaya bahwa cara mereka melayani, pemikiran theologia mereka, cara mereka menangani pelayanan di gereja mereka adalah satu-satunya cara yang benar. Semuanya yang lain adalah keliru, sesat, dan bodoh.
4. Menciptakan sebuah budaya yang didasari rasa takut dan malu. Seringkali, tidak ada kasih karunia bagi orang yang gagal hidup dalam tuntutan-tuntutan gereja/pelayanan tersebut. Dan jika seseorang melakukan sesuatu di luar aturan-aturan yang seringkali tidak tertulis, Para pemimpinnya mempermalukan mereka supaya akhirnya tunduk. Mereka tidak mau mengakui kesalahan mereka tetapi seringkali mencari-cari kesalahan mereka dan menggunakan kesalahan orang itu untuk menakut-nakuti dan menguasai mereka. Mereka kerap mengutip ayat-ayat Alkitab mengenai supaya tidak mengusik orang-orang yang diurapi Tuhan/supaya tidak menghakimi para pemimpinnya. Juga mereka acapkali menunjuk dosa beberapa orang, khususnya mereka yang mencoba menyampaikan hal-hal yang secara Alkitabiah benar atau mereka mempunyai lingkaran pengaruh yang melakukan tugas-tugas ini, yaitu membungkam berbagai kritik.
5. Biasanya dipimpin oleh seorang pemimpin karismatik yang memulainya secara baik tapi kemudian jatuh dalam arogansi, pembelaan diri, dan kebanggaan diri. Dimana seorang pemimpin mulai menjadi pribadi yang disukai dan tertarik pada urusan-urusan orang lain, ia sebenarnya sedang membentuk suatu kelompok kecil dari “Yes people”(orang-orang yang selalu berkata ya pada sang pemimpin) dan mengasingkan dirinya dari kebutuhan-kebutuhan orang-orang diluar kelompok itu. Membangun suatu kultus individu, yang berarti jika figur sentral dari pelayanan/gereja itu pergi, seluruh keberadaanya akan runtuh, seolah-olah itu sepenuhnya bergantung pada satu pribadi untuk menyatukan semuanya.
6. Menumbuhkan suatu ketergantungan pada satu pemimpin/ beberapa pemimpin atas informasi-informasi rohani. Pemuridan pribadi tak lagi digiatkan. Kerapkali Alkitab dikesampingkan sebagai tambahan saja kecuali sang pemimpin utama mengajarkannya.
7. Menuntut sikap melayani dari para pengikut-pengikutnya tetapi dia sendiri hidup dalam gaya hidup yang mewah dan berkelas. Mereka hidup dalam suatu jarak yang lebar dengan para pengikutnya dan membenarkan kehidupan mewah mereka sebagai kasih karunia Tuhan dan perkenan-Nya atas pelayanan mereka. Tidak seperti perintah Kristus yang memerintahkan mereka mengambil kursi yang paling belakang dalam berbagai acara dan mempersilakan yang lain mendapatkan tempat yang lebih utama, Mereka seringkali mengambil tempat pertama dalam berbagai acara dan berusaha membuat orang lain untuk memberikan berbagai hak istimewa.
8. Meredam berbagai kritik terhadap mereka dengan menempatkan orang di sekitar mereka yang hanya memiliki kesetiaan pada sang pemimpin. Memandang mereka yang mengangkat berbagai isu sebagai lawan. Mereka yang semula pernah menjadi teman/sekutu dapat dengan mudah berubah menjadi musuh begitu suatu hal diangkat menjadi pembicaraan. Terkadang, orang-orang ini disingkirkan, disuruh bungkam/dipermalukan hingga menundukkan diri.
9. Mempertahankan tampilan-tampilan luar secara rohani tetapi menolak kerohanian sejati atau autentik. Menaruh beban-beban pada pengikut-pengikutnya dalam suatu cara tertentu, berpakaian dan memiliki gaya hidup yang ditentukan bagi mereka.
10. Menggunakan eksklusifitas untuk mendapatkan kesetiaan. Para pengikut sangat dekat pada pemimpin/para pemimpin merasa sebagai kelompok orang-orang dalam. Semua orang yang lain berada di luar, meski mereka ingin berada dalam lingkaran dalam tersebut.
Pernahkah Anda mengalami situasi semacam ini? Apa yang Anda lakukan? Bagaimana Anda menyembuhkan diri setelah mengalami semua itu? Dan apa yang dapat kita lakukan sebagai pengikut-pengikut Kristus yang bertanggung jawab dalam mengekspos penyalahgunaan wewenang semacam in? Apa yang dapat kita lakukan sebagai pemimpin-pemimipin untuk mengikuti jejak-jejak Kristus?
Sumber: www.churchleaders.com/pastors/pastor-articles/155481-10-ways-to-spot-spiritual-abuse.html
Comments
Post a Comment