Skip to main content

GIVING MY BEST

Disampaikan oleh Peter B, MA


 “Dan dari Tibhat dan dari Kun, yaitu kota-kotanya Hadadezer, Daud mengangkut amat banyak tembaga; dari padanya Salomo membuat “laut” tembaga, tiang-tiang dan perlengkapan tembaga.
Juga barang-barang ini dikhususkan raja Daud bagi TUHAN, bersama-sama perak dan emas yang diangkutnya dari segala bangsa, yakni dari orang Edom, dari orang Moab, dari bani Amon, dari orang Filistin dan dari orang Amalek.”
(1 Tawarikh 18:8-11)

Kebakaran besar yang terjadi baik itu kebakaran hutan yang besar maupun gedung bertingkat yang megah hampir tidak pernah disebabkan oleh api yang begitu besar. Setiap kebakaran yang besar dan kemudian meluas, banyak kali disebabkan oleh api yang kecil. Itu bisa berupa api dari korek api, percikan api dari konsleting, ataupun sekedar bara api di antara kayu-kayu kering di tengah hutan.

Demikian pula dengan kehadiran Tuhan. Tuhan, yang seringkali digambarkan sebagai ‘api yang menghanguskan’ (Ibrani 12:29) memanifestasikan diriNya dalam bait Salomo, sesungguhnya juga disebabkan adanya api kecil itu. Itulah api yang ada di hati Daud. Dalam hati Daud sesungguhnya ada hasrat yang membara akan Tuhan. Suatu kerinduan yang dalam untuk melihat kemuliaanNya dan merasakan kehadiratNya. Inilah penyebab semuanya itu. Itulah pemicu kebangunan rohani.

Hari ini kita akan belajar betapa Daud tidak hanya memiliki kerinduan dan keinginan semu yang kosong tetapi ia mengambil tindakan iman dalam kerinduannya itu. Sebagian besar orang Kristen hanya bermulut manis dan pandai membuat janji aja. Mereka hanya merupakan pendengar tetapi bukan pelaku firman. Merekalah orang-orang yang dikatakan oleh Yesus sebagai: “…orang yang memuliakan aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripadaku” (Matius 15:8).

Daud bukanlah orang yang demikian. Ia tahu bahwa mimpi dan kerinduan tidak akan bisa menjadi kenyataan tanpa suatu harga yang harus dibayar. Ia tahu bahwa iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati. Ia tahu benar bahwa jika seseorang merindukan Tuhan, ia harus mencari Dia dengan segenap hati. Kerinduan,sama dengan iman, hanya dapat diketahui dan nyata di hadapan banyak orang lewat karya dan perbuatan. Kasih sejati adalah kasih yang dilakukan, bukan hanya diucapkan. Sesungguhnya dari manakah kita tahu bahwa hati Daud sungguh-sungguh merindukan Tuhan di atas segalanya? Ya, benar. Tidak lain dari apa yang dilakukannya dalam hidupnya. Kerinduan tidak hanya kata-kata yang keluar dari mulut saja tetapi baru dapat menjadi bukti nyata lewat perbuatan yang selaras dengan itu.

Bermula dari kerinduan Daud untuk mendirikan suatu ‘tempat kediaman’ yang megah bagi Tuhan, maka episode selanjutnya justru seharusnya melemahkan iman Daud. Mengapa? Karena Tuhan tidak menyetujui usulan dan ide luar biasa dari Daud. Seorang nabi Tuhan yang mendampingi Daud mungkin aja begitu terpesona oleh rencana Daud sehingga kemudian dengan tanpa pertimbangan lebih lama lagi, ia mendukung sepenuhnya usul Daud tersebut (2 Samuel 7:3). Tetapi Tuhan tidak pernah membiarkan sesuatu yang penting terjadi begitu saja tanpa Ia memberitahukan maksud hati-Nya kepada nabi-nabi-Nya. Apabila Ia berbicara, Ia pasti berbicara lewat nabi-nabiNya (Amos 3:7). Oleh karena itu, malam itu juga Tuhan berfirman kepada Natan. Suatu pesan yang harus disampaikan kepada Daud: “Masakan engkau yang mendirikan rumah untuk Kudiami?” (2 Samuel 7:5).

Apabila diteliti ayat-ayat selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa Tuhan tidak menghendaki Daud membangun Bait Suci itu, Ketidak-setujuan Tuhan tidak sepenuhnya sebab Ia mengijinkan dan memberikan janji bahwa Salomo, Anak Daud yang akan membangunnya bahkan kemudian karena kerinduan Daud itulah, Tuhan memberikan janji yang luar biasa: keturunan Daud akan memerintah selama-lamanya. Reaksi Daud saat itu menunjukkan betapa ia sungguh seorang penyembah sejati: ia bersyukur dan merendahkan diri sekali lagi karena merasa tidak layak menerima janji itu (2 Samuel 7:18-29).

Tetapi yang patut diteladani dari Daud adalah bahwa meskipun tahu bahwa ia tidak akan turut membangunnya, semangatnya tidak surut untuk mewujudkan kerinduannya itu. Ia bergerak dan mengusahakan sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik bagi pembangunan Bait Suci itu. Ia merancang sendiri arsitekturnya dengan pimpinan Tuhan (1 Tawarikh 29:18) dan tidak hanya itu ia menyediakan ‘modal’ yang besar bagi pembangunan Bait Suci itu (lihat nats di atas). Api itu bukannya mengecil tetapi justru semakin membara dan berkobar dengan kuat. Meskipun ia tidak akan melihat Bait Suci yang termegah yang pernah ada itu, tidak pernah menikmati beribadah di dalamnya, tidak pernah bangsanya berduyun-duyun ke bangunan itu untuk bersembahyang, tetapi hati Daud sudah bulat. Bagi Daud, bangunan itu bukan untuk ‘tempat kemuliaannya’ sendiri. Itu harus merupakan tempat kemuliaan bagi Tuhan. Tidak peduli siapun yang membangun, yang terutama adalah ia telah melakukan bagiannya dan Tuhan senantiasa dimuliakan.

Kerinduan Daud untuk menyenangkan hati Tuhan dilakukan melalui bukti nyata: ia memberikan yang terbaik bagi Tuhannya. Setiap kali ia berperang dan menang, ia menyimpan hasil jarahan perang untuk pembangunan. Ia memberikan sebagian besar hasil perang itu bagi Tuhan. Ia memilih berkorban dan tidak mengambil haknya sebagai raja. Daud berhak mengambil bagian-bagian yang terbaik dari jarahan perang, ia dapat memperkaya dirinya, ia dapat menyimpannya untuk keluarganya; tetapi Daud memilih untuk memberikan bagian-bagian yang terbaik kepada Tuhan sebagai korban persembahan.

Kerinduan akan kemuliaan Tuhan bukan sekedar kata-kata, nyanyian, sorak-sorai, aktif beribadah setiap minggu, dan tindakan-tindakan kesalehan palsu. Ujian bagi kerinduan sejati adalah ada atau tidaknya kesediaan sepenuhnya untuk berkorban dan memberikan bagian hidup kita yang terbaik bagi Dia. Inilah yang menarik hadiratNya selangkah lagi lebih dekat dengan umatNya.


Bagaimana kita menarik hadiratNya? Dari suatu kehidupan yang dikorbankan dan dipersembahkan bagi Dia setiap hari. Pertama-tama Ia akan hadir dengan nyata atas setiap pribadi, dan dari tiap pribadi itu akan membawa kemuliaan yang lebih besar. Atas kota-kota dan bangsa-bangsa. AMIN

Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar