Oleh: Peter B, MA
“Ketika mereka kekurangan anggur, Ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau daripada-Ku, Ibu? Saat-Ku belum tiba.” (Yohanes 2:3-4)
Renungan kita kali ini diambil dari kisah mujizat pertama Kristus yang diadakan sewaktu ada pesta perkawinan di kota Kana. Kisah ini telah begitu sering berulang kali dikhotbahkan banyak hamba Tuhan khususnya mengenai mujizat air menjadi anggur yang dilakukan Kristus di sana. Mujizat itu memang luar biasa dan pelajaran yang dapat diambil dari sana juga tidak kalah dalamnya; tetapi kali ini kita memfokuskan pengamatan kita pada apa yang sesungguhnya berlangsung sebelum mujizat itu terjadi. Sebelumnya, saya mengingatkan kembali bahwa renungan kita masih tetap berkaitan dengan hidup ala penyembah sejati yang kita pelajari dari Sang Pakar Penyembahan, Kristus sendiri. Jadi, lebih banyak yang kita bahas adalah masalah karakter atau Istilah lainnya, buah Roh. Mengenai pekerjaan atau perbuatan ajaib Kristus tidak kita soroti lebih jauh mengingat bidang pembahasannya ada dalam lingkup karunia Roh.
Mari kita mulai dengan melihat fakta-fakta yang ada pada kejadian pesta kawin di Kana itu. Pertama-tama, Yesus ada di sana karena Ia diundang untuk datang dan Ia datang bersama murid-muridNya (Yohanes 2:2). Dari sini kita mengetahui bahwa datang ke rumah pesta khususnya pesta kawin bukanlah sesuatu yang terlarang di dalam Tuhan. Yesus sendiri datang memenuhi undangan tersebut. Hal lain yang cukup menarik adalah yang disebutkan ada di sana pertama kali bukanlah Yesus tetapi Maria, ibu Yesus (Yohanes 2:1). Wanita saleh ini ada di sana karena beberapa kemukinan: ia hanya undangan seperti yang lainnya, ia termasuk salah satu sanak famili keluarga yang mengadakan pesta atau mungkin saja karena ia diminta membantu kelancaran pestanya yang bisa kita ketahui dari tahunya Maria apabila pesta kekurangan anggur dan kedekatannya dengan para pelayan di situ. Dari situ, dapat diperkirakan bahwa Yesus mungkin saja datang karena Ia adalah anak dari Maria, tidak lebih-tidak kurang. Kemungkinan besar, meskipun telah memiliki murid-murid sendiri, Yesus datang ke sana bukan karena undangan pribadi yang khusus dialamatkan kepadaNya. Tidak ada yang tahu Yesus itu siapa. Dan meskipun Yesus ada di sana saya memberanikan diri mengatakan ini Ia sama sekali bukan merupakan pusat perhatian pada waktu itu. Sampai hari itu, tidak ada seorangpun yang tahu menahu dan mengenal lebih dalam siapa itu Yesus. Benarkah demikian? Saya berani menyimpulkan demikian karena pada saat itu tidak ada seorang pun yang datang meminta pertolongan kepada Yesus (Yohanes 2:3) hanya Maria, ibuNya, yang saya rasa telah mengenal Kristus sejak lama. Ini berbeda dengan beberapa minggu berikutnya di mana semua orang mulai tertarik padaNya, mencari tahu akan Dia (hingga naik ke pohon seperti Zakheus), bahkan terus menerus berusaha mendapatkan pertolongan dari Dia apa pun caranya (masih ingat seorang lumpuh yang diusung empat temannya? Mereka membongkar atap untuk mendapat pertolongan Yesus). Sekali lagi, keyakinan saya, pada pesta kawin itu tidak ada seorangpun yang menaruh perhatian pada Kristus.
Sekarang perhatikanlah ini baik-baik: Jika saat itu tidak ada seorangpun yang menaruh perhatian pada Yesus, itu berarti pada saat Maria meminta pertolongan padaNya, itu adalah kesempatan emas bagi Yesus untuk memperagakan kuasa dan urapan yang dahsyat yang telah diberikan dalam hidupNya. Bagi banyak orang tidak terkecuali yang menyebut diri mereka hamba Tuhan kesempatan mempertunjukkan kemampuan mereka untuk melakukan sesuatu yang menarik perhatian banyak orang adalah suatu kesempatan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Tentu saja mereka pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu dan mereka akan mulai memamerkan urapan dan karunia rohani (yang sebetulnya mereka terima Cuma-Cuma). Dan memang harus diakui bahwa pada waktu pesta kawin itu ada kesempatan besar bagi Yesus untuk menjadi terkenal dan di tengah-tengah banyak orang.
Banyak orang berkata, “Kesempatan tidak datang setiap waktu. Jadi saat kesempatan menghampiri kita, bersiaplah untuk menangkapnya.” Ungkapan itu tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar karena tidak semua kesempatan diciptakan oleh Allah. Pada waktu Yesus di padang gurun, Ia mendapat kesempatan 3 kali dari Iblis untuk memuaskan kedagingan dan meninggikan diriNya. Kita harus berhati-hati dengan kesempatan-kesempatan yang demikian. Teladan Kristus begitu mulia: Ia berjaga-jaga dalam segala situasi. Di sinilah yang membedakan katakter Kristus dengan banyak orang pada umumnya.
Perhatikanlah sekali lagi ayat nats kita di atas. itulah jawaban Yesus atas permintaan Maria, ibuNya. Ia menjawab dengan jawaban yang mengejutkan, “Mau apakah engkau denganku, ibu? SaatKu belum tiba!” (Yohanes 2:4). Lebih mengejutkan lagi jika kita membaca dari beberapa terjemahan Inggris dan bahasa aslinya. Kata-kata Yesus itu seharusnya diterjemahkan begini: “Apakah ada urusan antara aku dengan kamu, hai perempuan. Waktu-Ku belum tiba.” Sangat kasar. Tajam. Tidak bersahabat. Mengapa Ia terdengar begitu tidak berperasaan? Itu akan kita bahas nanti, tetapi sebelumnya kita mau melihat alasan penolakan Kristus. Ia tidak menyambut permintaan Maria karena satu alasan saja: belum tiba waktunya untuk melakukan sesuatu yang ajaib di tengah banyak orang. Ya, itulah alasannya. Satu-satunya. Apa maksudNya dengan berkata, “SaatKu belum tiba?”
Maksud sesungguhnya adalah Ia tahu benar mengenai waktu Bapa. Ia tahu bahwa pada saat itu, Bapa belum menetapkan atau memerintahkan Dia untuk melakukan sesuatu apapun yang menarik perhatian banyak orang. Dan Ia harus lebih taat pada Bapa daripada kepada siapapun juga, bahkan ibu (jasmani)-Nya sendiri. Kita akan belajar lebih banyak lagi mengenai hal ini minggu depan dan mengupas bagaimana perasaan Maria serta mengapa akhirnya Yesus mengadakan mujizat juga di situ. Tetapi sebelumnya, kita perlu merenungkan baik-baik bahwa teladan dari penyembahan kita yaitu Yesus, tidak tergesa-gesa dalam segala hal. Ia mengetahui waktu Bapa dalam setiap bidang kehidupan. Dan demikian pula seharusnya dengan kita yang menyebut diri sebagai para penyembah sejati. Penyembah yang benar mengetahui waktu Tuhan. Mereka menunggu konfirmasi dari Bapa dalam bidang-bidang kehidupan terlebih lagi pelayanan mereka. Mereka tidak ingin terkenal tanpa Dia, tidak mau berjalan tanpa izin daripadaNya dan tidak akan pernah bergerak tanpa perintah dan tugas dari Bapa. Mereka tidak mengejar ketenaran, kedudukan dan pengakuan dari manusia karena mereka rindu memperolehnya hanya dari mulut Bapa. Tidak ada kesempatan emas tanpa waktu Tuhan. Dan tidak ada kemuliaan yang layak diutamakan selain kemuliaan Tuhan. Bersama-sama dengan Daud kita dapat berkata, “Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain” (Mazmur 75:7-8). Amin
Comments
Post a Comment