Skip to main content

KASIH BAGI PEMUNGUT CUKAI



Oleh: Peter B,


“Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia (Lukas 5:27-28)

Pada zaman ini, pekerjaan-pekerjaan atau profesi-profesi yang tidak disukai, dimana orang tidak ingin melakukannya kebanyakan adalah pekerjaan-pekerjaan berat, kasar dan berkelas rendah. Misalnya buruh kasar, kuli, pengangkut sampah dan sebagainya. Pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak diinginkan karena beratnya volume pekerjaan sekaligus upah yang sedikit. Penghasilan yang besar dengan usaha seringan-ringannya dalam sebuah profesi adalah idam-idaman orang di masa kini, khususnya di Indonesia.


Para era 2000 tahun lalu, ada dua pekerjaan yang paling tidak dibenci oleh orang-orang Israel. Itu adalah profesi pemungut cukai dan perempuan sundal (maaf: pelacur). Dua profesi ini  adalah aib bagi masyarakat mereka. Hari ini, perempuan sundal masih ada dan banyak berkeliaran di kota-kota kita. Tetapi pemungut cukai tidak kita jumpai lagi. Apakah sebenarnya pekerjaan pemungut cukai itu?


Catatan sejarah menjelaskan kepada kita mengenai profesi pemungut cukai itu. Pemungut cukai adalah pengumpul cukai atau bea (pajak/iuran) demi kepentingan pemerintah Romawi. Tugas mereka mencakup pengumpulan persepuluhan dan bermacam-macam pajak tak langsung. Sistem ini rawan dengan penyelewengan, baik suap, korupsi maupun pemerasan. Dari awal para pemungut cukai cenderung memiliki sikap memeras rakyat. Karena sifatnya yang merugikan rakyat itulah para pemungut cukai tidak disukai. Jabatan atau pekerjaan itu dianggap rendah karena kebencian rakyat yang ditimbulkannya.


Sikap kebencian itu semakin dipertajam lagi dengan pandangan negatif orang-orang Yahudi bahwa pemungut cukai adalah antek dari penjajah Romawi. Mereka dianggap najis karena secara rutin mereka mengadakan hubungan dan bersekutu dengan orang-orang kafir (orang-orang Romawi) dan juga karena mereka tetap bekerja di hari sabat. Para pemimpin masyarakat serta tokoh agama pada waktu itu secara ekstrim bahkan melarang orang-orang makan bersama-sama pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal. Pada intinya, pemungut cukai dapat dikatakan sebagai kelompok orang yang secara khusus dihina dan dibenci oleh masyarakat.


Adalah menarik jika mengetahui bahwa salah satu murid Yesus adalah seorang pemungut cukai. Kisah panggilannya diukirkan dalam lembar-lembar halaman Injil. Murid itu kemudian memang menjadi salah satu penulis Injil Kristus. Ya, ia adalah penulis Injil yang pertama dari keempat Injil. Dialah Lewi yang disebut juga Matius. Memang tidak kita dapati sesuatu yang spektakuler atau semacam mujizat besar pada saat ia dipanggil, namun kemuliaan panggilan itu justru terdapat pada siapa yang memanggil, siapa yang dipanggil dan dimana orang itu dipanggil.


Yesus adalah yang memanggil Matius. Pada waktu itu, Yesus telah mengguncangkan kehidupan bermasyarakat di tanah Palestina karena Ia yang terkenal sebagai seorang yang rohani, mengabarkan berita keselamatan, tokoh spiritual namun ternyata Ia sering pula berkumpul bahkan duduk makan bersama-sama pemungut cukai dan perempuan sundal. Ia suka berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, melainkan orang yang sakit. … karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa, supaya mereka bertobat.”


Hari itu, setelah melayani orang banyak, Yesus berjalan melewati rumah cukai. Ada urusan apakah Yesus melewati tempat itu? Sesungguhnya Dialah Penginjil Agung yang sedang mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Sedikit orang saja yang suka untuk melewati rumah cukai. Keberadaan seseorang di sana hampir pasti dipandang sebagai indikasi adanya hubungan erat orang itu dengan pemungut-pemungut cukai atau malah mungkin juga dia sendirilah yang dianggap sebagai pemungut cukai itu. Tetapi Yesus tidak risih maupun merasa terganggu sedikitpun. Ia mengasihi para pemungut cukai itu dengan segenap hatiNya. Dan kasihNya mengalahkan segala kekuatan, kekuatiran, bahkan intimidasi sosial yang kuat sekalipun. Bukankah kita harus bersyukur bahwa kita semua orang berdosa ini dikasihi oleh Allah? Bukankah luar biasa bahwa kita diperhatikan oleh Allah sekalipun tidak seorang pun memperhatikan kita? Dapatkah kita membayangkan Allah yang kudus dan sempurna itu rela merendahkan diri dan menjangkau kita di tempat-tempat yang paling kotor dan kumuh di dunia ini? Sadarkah kita seberapa besar kasih Allah kepada Anda dan saya? Jika Tuhan melewati rumah cukai yang dianggap najis pada waktu itu, sesungguhnya tidak ada tempat yang terlalu najis dimana kita berada yang tidak dapat dilewati oleh Yesus. Percayalah, cepat atau lambat, Ia akan lewat dan memanggil Anda.


Sekarang tentang Lewi. Sama seperti beberapa murid yang lain, Matius menyambut panggilan Yesus dengan segera. Seketika setelah Yesus memanggil dia, “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikuti Dia. Mengapa sepertinya begitu mudah? Mencari jiwa-jiwa serasa bukan sesuatu yang berat? Dimanakah kunci keberhasilan Yesus meraih jiwa pemungut cukai yang disisihkan masyarakat ini? Saudaraku, ketahuilah satu perkara. Matius mengikut Yesus hampir-hampir secara spontan disebabkan karena ia merasa diterima dan dikasihi oleh Yesus. Keseharian Yesus yang sering ditemuinya berkumpul dan makan dengan rekan-rekan sesama pemungut cukai maupun perempuan sundal, kasih yang tulus yang tersirat jelas di wajah Yesus, sikap terbuka dan penuh penerimaan dari Yesus terhadap orang-orang yang tersisih, telah menggetarkan hati Matius berhari-hari lamanya. Namun Matius tidak pernah menyangka saat Yesus hadir di rumah cukai pada waktu itu, menatap matanya, mengulurkan tanganNya dan memanggilnya menjadi muridNya. Ia merasa sungguh-sungguh dikasihi. Kerinduan hati yang terpendam untuk mengiring bisa Yesus terobati hari itu. Ia meninggalkan segalanya, pekerjaannya, dunianya, masa lalunya dan menyerahkan hidup kepada kekasih jiwanya.


Yesus mengasihi orang-orang berdosa. Itu tulus terpancar dari kehidupanNya. Bukan mengasihi dan setuju dengan dosa-dosa yang mereka perbuat tetapi Yesus peduli dengan jiwa mereka. Terhadap orang-orang yang dianggap najis, Ia bersedia datang dan berkumpul supaya dapat memenangkan mereka. Kepada mereka yang tertolak dan dibenci, Yesus menyatakan perhatianNya secara khusus. Dengan begitu Ia menjangkau mereka, membuat mereka bertobat.


Sama seperti Yesus, para penyembah sejati dipanggil untuk memiliki sikap dan semangat yang sama terhadap orang-orang terbuang, tertolak atau tersisih dari antara masyarakat. Kita harus peduli, kita harus memberikan perhatian bahkan hati kita kepada mereka. Tidak boleh ada penghalang di dalam kita untuk kita mendekati mereka demi injil. Para perampok, pencoleng, pelacur, pencuri, dan sebagainya seharusnya menjadi obyek kasih kita. Dengan pendekatan yang tepat dan benar sesuai pimpinan Roh Kudus, kita akan berhasil membawa mereka kepada Kristus.


Bangsa kita yang sedang terpuruk ini memiliki beban dosa melebihi Matius. Para pemungut cukai seringkali menyadari diri mereka sebagai orang berdosa dan dibenci masyarakat. Mereka sadar bahwa banyak di antara perbuatan mereka seperti misalnya pemerasan dan mengambil untung itu jahat. Namun kesadaran demikian rupanya tidak kita dapati di antara bangsa kita. Para pemimpin, pejabat dan tokoh-tokoh bangsa kita tidak peduli dengan kenajisan hidup mereka. Para koruptor masih merasa seperti orang suci dan para pencuri uang rakyat tetap bangga berfoya-foya di atas uang haram. Betapa mengerikannya dosa bangsa lain! Adakah kita berdiam diri dan tidak peduli? Apakah kita sendiri turut larut dalam keramaian rumah cukai dan masuk dalam barisan terdepan dari para pemeras? Marilah kita penuhi hati kita dengan keinginan melihat orang-orang berdosa itu bertobat, mata kita dengan air mata belas kasihan, tangan kita diulurkan untuk meraih mereka, supaya mereka memiliki hidup yang baru dan menjadi ciptaan yang baru di dalam Tuhan. Pemulihan besar harus terjadi atas bangsa ini. Yesus masih keluar masuk rumah cukai untuk memanggil orang-orang dari sana. Adakah kita di sana bersama-sama dengan Dia? Amin.


(Diambil dari warta Worship Center edisi 44 – 8 November 2002)



Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar