Skip to main content

KEADAAN YANG BELUM NYATA YANG MULIA


Oleh Peter B, MA


Saya rindu membagikan tulisan Oswald Chambers yang hingga kini bagi saya menuliskan hal² yng begitu detail, seksama, tajam dan dalam terkait hidup rohani sejati di hadapan Tuhan dan apa yang seringkali menjadi sikap hati kita yang salah di hadapan Tuhan. Bacalah dan renungkanlah. 
Semoga hikmat Tuhan menjadi bagian rekan² semua yang membaca dan merenungkan renungan ini : 


Keadaan yang Belum Nyata yang Mulia

Kecenderungan lahiriah kita adalah untuk selalu cermat – mencoba membuat prakiraan apa yang terjadi ke depan ini, karena kita cenderung beranggapan bahwa sesuatu yang belum pasti, belum nyata, adalah hal yang buruk. Kita berpendapat bahwa kita harus mencapai suatu sasaran yang sudah harus diantisipasi sebelumnya.

Namun, pandangan demikian bukanlah ciri kehidupan rohani. Ciri kehidupan rohani adalah bahwa kita pasti dalam hal-hal yang belum nyata, sehingga kita tidak (perlu) merasa gamang karenanya. Memang akal sehat kita akan berkata, “Bagaimana seandainya aku berada dalam situasi itu?” Kita tidak dapat membayangkan diri kita dalam situasi yang tidak pernah kita alami sebelumnya tersebut.

Kepastian adalah tanda kehidupan yang bernalar, sedangkan ketidakpastian yang dilingkupi kasih karunia (gracious uncertainty), hal yang belum nyata yang agung mulia, adalah tanda kehidupan rohani.

Memiliki kepastian tentang Allah berarti kita tidak memiliki kepastian dalam semua jalan kita sendiri, tidak mengetahui hal yang akan dapat terjadi besok, sesuatu yang biasanya membuat orang menarik napas panjang tanda hati yang penuh beban berat. Namun, orang yang memiliki kepastian tentang Allah seharusnya terekspresi dalam adanya kegembiraan dan pengharapan hidup. Karena walaupun tidak nyata langkah berikutnya bagi kita, tetapi kita merasa pasti mengenai Allah.

Pada saat kita menyerahkan diri kepada Allah dan melakukan tugas yang Dia taruhkan dekat di hati kita, maka Dia mulai memenuhi hidup kita dengan kejutan atau surprises.

Bila kita sekadar menjadi seorang “militan” atau pembela atas keyakinan kita, maka ada sesuatu di dalam diri kita yang mati. Itu bukan memercayai Allah -- itu hanya memercayai kepercayaan kita tentang Dia.

Yesus berkata, “...jika kamu tidak... menjadi seperti anak kecil...” (Matius 18:3).

Kehidupan rohani adalah kehidupan seorang anak kecil. Kita bukannya tidak pasti tentang Allah, tetapi kita tidak tahu pasti tentang apa yang akan dilakukan Allah selanjutnya.

Jika kepastian kita hanya dalam dalam kepercayaan keberagamaan, maka kita cenderung membangun kebenaran diri sendiri, menjadi reaktif suka mengkritik, dan terkungkung oleh pandangan bahwa kepercayaan kita adalah sempurna dan mantap.

Akan tetapi, bila kita mempunyai hubungan yang baik dengan Allah, maka hidup kita dipenuhi dengan pengharapan yang penuh sukacita dan spontan. 
Yesus berkata, “...percayalah juga kepada-Ku” (Yohanes 14:1), bukan: “Percayalah hal-hal tertentu tentang diri-Ku.”

Serahkanlah segala sesuatu kepada-Nya, dan meskipun cara Dia bekerja dan menyatakan diri merupakan sesuatu yang belum Anda ketahui, Anda dapat merasa pasti bahwa Dia akan hadir dan menyatakan diri kepada Anda. Tetaplah setia kepada-Nya. 

(Dari My Umost for His Highest, 29 April).

Pesan pribadi dari saya : 
"Milikilah hubungan dengan Tuhan, milikilah keyakinan dalam hubungan Anda dengan Tuhan itu. Jangan sekedar meyakini sebuah kepercayaan atau tata cara beragama belaka dan merasa sudah terhubung dengan Tuhan. Itu bukan kerohanian sejati. Kerohanian sejati berjalan bersama Tuhan, berkomunikasi dan merasakan kehadiran-Nya setiap waktu dan dalam segala keadaan. Kerohanian sejati merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap peristiwa dan keadaan yang terjadi atas diri kita sekalipun kita tidak memahami itu semua tapi kita tahu pasti Allah bekerja, memegang kendali dan menuntun kita."

Tuhan memberkati kita semua…

Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar