Skip to main content

BERMEGAH DI DALAM KELEMAHAN-KELEMAHAN KITA

Oleh : Peter B


"…  atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku.
~ 2 Korintus 12:5

Membaca pernyataan Paulus di atas, kita dibuat bertanya-tanya, bagaimana bisa Paulus bermegah atas kelemahan kelemahannya? Orang pada umumnya bermegah atas atas berbagai kelebihan dan kekuatannya. Sedangkan atas kelemahan-kelemahannya, orang berusaha menutupinya dan jika mungkin, ia ingin menghilangkannya. Paulus berbeda. Ia tidak malu akan kekurangan dan kelemahannya. Ia malah menjadikannya semacam kebanggaan di depan jemaat. 

Kita tentunya juga memiliki kelemahan kelemahan. Di dalam berbagai bidang. Entah itu kita akui maupun tidak. Tetapi sama seperti kebanyakan orang lainnya, kita tidak mau kelemahan itu terekspos, karena secara umum dipandang dapat menurunkan harga diri dan kepercayaan diri kita sendiri.

Tetapi tidak dengan Paulus. Kelemahan-kelemahannya justru menjadi kebanggaan bagi dirinya. Ia tidak sungkan ataupun malu mengakui bahwa dirinya memiliki kelemahan. Ia malah menjadikan kelemahan-kelemahan itu sebagai sesuatu yang membangkitkan iman dan kasihnya kepada Tuhan serta memperkuat komitmennya untuk setia melayani Tuhan. 

Bagaimana kita dapat memahami hal ini? 

Memahami Paulus dan apa yang ditulisnya memang tidak pernah mudah. Surat-suratnya mengandung bagian-bagian yang sangat sukar dipahami sehingga dapat menimbulkan tafsir yang keliru apabila kita tidak cermat dan berhati-hati dalam memaknainya. Diperlukan suatu hati yang tulus tertuju kepada maksud dan kehendak Tuhan yang murni untuk dapat menangkap isi hati Tuhan melalui tulisan-tulisan Paulus.
Sesungguhnya yang dipikirkan Paulus, memang tidak serupa dengan pikiran-pikiran manusia duniawi pada umumnya. Pikiran Paulus adalah pikiran Kristus. Termasuk pikiran berbangga dalam kelemahan-kelemahan diri, sebagaimana ia sebutkan itu, sebenarnya juga berasal dari pikiran Tuhan. 
Meskipun menurut dunia, pikiran semacam ini adalah pikiran orang yang terganggu jiwanya tetapi dari sudut pandang ilahi, itu merupakan pemikiran yang diilhamkan oleh Tuhan sendiri.

Bermegah atas kelemahan bukan berarti meninggikan kelemahan itu dan memuliakannya. Itu hanya berarti bahwa Paulus, meskipun memiliki kelemahan dalam dirinya, tidak lalu menjadi pribadi yang menuruti kelemahannya itu. Juga, ia tidak harus malu karena kelemahannya itu, sebaliknya ia menjadikannya sebagai suatu sarana bagi pertumbuhan serta pembangunan rohaninya dihadapan Tuhan. Paulus melihat bahwa oleh karena adanya kelemahan-kelemahannya itulah, ia malah dimampukan naik lebih tinggi dalam tingkatan rohani yang selanjutnya. 


MENGAPA PAULUS MEMILIH BERMEGAH DALAM KELEMAHAN-KELEMAHAN-NYA?


1) Supaya kuasa Tuhan turun dan menaungi Paulus dengan sempurna

 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab Justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
~ 2 Korintus 12:9 (TB)

Paulus menyadari bahwa ketika ia merasa kuat, ia condong untuk mengandalkan kekuatannya sendiri daripada bergantung pada Tuhan. Demikian pula kebanyakan dari kita. Banyak hal yang ada di dunia ini seringkali menjadi sesuatu yang kita andalkan di dalam hidup. Itu termasuk berbagai kelebihan dan kemampuan yang kita miliki. Kepandaian dan bakat kita. Kekayaan kita. Kesehatan kita. Hubungan-hubungan kita. jabatan dan kedudukan kita. Hingga kekuatan fisik atau kemudaan kita. Sewaktu kita masih merasa memiliki semua itu, kita sering kali cenderung berpikir untuk pertama-tama mengandalkan itu semua daripada menyandarkan pengharapan pada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan menempatkan kita dalam berbagai keadaan yang membuat kita merasa lemah dan tidak berdaya. Dengan tujuan supaya kita menyadari keterbatasan kita dan berlari kepada-Nya demi memperoleh kekuatan dan pertolongan. Saat-saat seperti itulah sebenarnya yang merupakan kesempatan terbaik untuk mengalami dan membuktikan bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang berkuasa, yang pasti bertindak bagi kita saat kita menaruh iman dan pengharapan kepada-Nya. 

Dahulu Paulus berusaha menunjukkan bahwa dirinya kuat dan mampu menghadapi berbagai situasi, namun dalam perjalanannya bersama Tuhan sebagai hamba-Nya, ia menyadari bahwa ia tidak boleh malu memiliki kelemahan. Itu bahkan harus diakuinya secara terbuka. Karena dalam kelemahanlah, Paulus menyaksikan peragaan demi peragaan kuasa Tuhan di dalam hidupnya. Kesadaran akan kelemahanlah yang membuat Paulus tidak pernah berhenti mengandalkan Tuhan dalam segala keadaan. Dengan bersikap demikian, ia justru tidak pernah benar-benar jatuh dan kalah setiap kali ia menjadi lemah, sebab Tuhan yang akan menopangnya dan mengangkatnya lebih tinggi lagi. 


2) Dalam kelemahanlah, Paulus memperoleh dan berada dalam kapasitas terbesarnya

 Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
~ 2 Korintus 12:10 (TB)

Paulus menyadari bahwa dirinya adalah seorang manusia biasa. Namun pekerjaan Tuhan di pundaknya terlalu sukar dan berat untuk ditanggung oleh manusia biasa. Itu hanya dapat ditanggung oleh kekuatan yang dari Tuhan. Paulus memerlukan kekuatan ekstra yang bukan berasal dari dunia ini. Dan kekuatan itu hanya diperolehnya ketika ia mengosongkan dirinya dan menjadi lemah. Ya, itulah yang ia lakukan ketika ia melepaskan kendali hidupnya ke tangan Tuhan. Hidup Paulus di tangannya sendiri, seberapa pun kuatnya, tidak akan meraih banyak dalam pekerjaan tuhan. Kekuatannya sendiri tidak mampu memikul beban pelayanqn (kerasulan)  yang diembannya. Ia harus menyadari dan mengakui kelemahannya supaya ia dapat membiarkan Tuhan memegang kendali atas hidupnya . Sebagai suatu alat ia harus menyerah di tangan orang yang menggunakannya barulah ia dapat berfungsi semaksimal mungkin sesuai kehendak pemakainya. Bayangkan apabila sebuah mesin, katakanlah, sebuah mobil tidak dapat lagi dikendalikan di tangan pengemudinya. Ia akan mendatangkan kerusakan bagi sekitarnya. Hanya ketika ia tunduk pada yang mengarahkan, maka ia mencapai manfaat terbesarnya. 

Dituliskan dalam kitab Hakim-hakim tentang Simson. Ketika ia merasa dirinya kuat, ia sering jatuh dalam kesombongan dan merasa dirinya mampu menghadapi musuhnya. Celakanya, ia justru jatuh di tangan makhluk yang jauh lebih lemah dari dirinya. Delilah. Dari sana ia sadar, saat dirinya merasa mampu, ia berada dalam kelemahan terbesarnya. Simson pun belajar dari keadaannya. Dalam kondisi buta setelah dicungkil matanya, dalam keadaan dirantai dan dijadikan tertawaan, dalam keadaan tampak seperti orang bodoh dan hina, Simson belajar arti penyerahan total kepada Tuhan. Di titik terlemahnya, ia akhirnya menemukan kekuatan terbesar dari Tuhan. Dalam penyerahan total. Dalam merasa lemah dan tak berdaya. Kekuatan Tuhan menjadi nyata bekerja dalam dirinya.


 3) Melalui keadaan yang lemah, Paulus dimampukan tetap memelihara hati seorang hamba dihadapan Tuhan

 Sebab sekiranya aku hendak bermegah juga, aku bukan orang bodoh lagi, karena aku mengatakan kebenaran. Tetapi aku menahan diriku, supaya jangan ada orang yang menghitungkan kepadaku lebih dari pada yang mereka lihat padaku atau yang mereka dengar dari padaku.
2 Korintus 12:6 (TB)

Sewaktu mengatakan bahwa dirinya bermegah atas kelemahannya, Paulus sesungguhnya sedang melihat hal itu dalam perspektif kehambaan. Ia melihat dari sudut pandang orang yang hidupnya diserahkan dan diabdikan sepenuhnya kepada Tuhan. Sebagai seorang hamba Tuhan, ia tidak ingin terlihat sebagai orang yang mengesankan, hebat, luar biasa, tanpa kekurangan, tanpa kelemahan dan terkesan sempurna. Ia hanya ingin dikenal sebagai seorang yang lemah dengan tujuan supaya Tuhan yang ia layani selalu yang akan menjadi pusat perhatian dan kekaguman jemaat. Tidak sedikit orang yang menutup-nutupi kelemahannya untuk menunjukkan suatu citra yang berbeda dengan yang aslinya. Orang ingin tampil sesempurna mungkin supaya memperoleh pengakuan, pujian, serta menjadi pusat perhatian di hadapan banyak orang. Paulus orang yang berbeda. Sebagai hamba Tuhan ia tidak lagi mencari keuntungan diri. Ia hanya punya satu kerinduan : memuliakan yang dilayani. Jadi tak mengapa ia harus terlihat lemah asalkan Tuhan yang kepadanya ia menyerahkan hidupnya dipermuliakan dihadapan orang banyak. 

Betapa berbeda pendirian Paulus dengan yang kita lihat di masa sekarang ini. Mereka yang mengaku hamba Tuhan justru ingin dikenal karena kemampuan dan kepiawaiannya dalam bidang rohani. Karena kefasihan bicaranya. Karena megah gedung dan fasilitas yang dibangun dan dipakainya beribadah. Karena pelayanannya yang padat dan banyak anggota jemaatnya. Kebalikannya, sedikit sekali yang merasa tidak terganggu pikirannya ketika pelayanannya dipandang sebelah mata, kecil, tidak berdampak atau bahkan terlihat gagal.

Pengalaman saya pribadi berbincang dengan beberapa pendeta dan pelayan Tuhan menperoleh kesan yang rata-rata serupa. Yang dibicarakan kebanyakan pendeta itu biasanya adalah apa yang telah dilakukannya, apa kesibukan pelayanannya, apa posisi dan jabatan di tempatnya melayani, apa yang telah dicapainya hingga sekarang dan segala sesuatu yang menunjukkan kelebihan dan pencapaian pelayanannya. Semuanya terasa hendak menampilkan kesan bahwa pelayanannya, entah tampak besar atau kecil, mewah atau sederhana, di tengah kota besar atau di desa, sesungguhnya telah banyak yang ia lakukan bagi Tuhan.

Sebenarnya, tidaklah salah membagikan kesaksian perjalanan bersama Tuhan. Namun jika motif yang di dalam hati bermaksud menunjukkan kelebihan diri supaya tidak dipandang rendah atau diremehkan orang, tentu dapat diperkirakan seberapa dalam ia memahami makna kehambaan dalam Tuhan. 

Hamba-hamba Tuhan yang benar selalu memegahkan pekerjaan, karya, perbuatan, kuasa, kasih, dan lawatan Tuhan. Seperti Yohanes Pembaptis, hamba-hamba sejati tanpa ragu berkata, "Tuhan harus semakin besar, aku harus semakin kecil." Mereka tidak malu terlihat lemah, tidak berdaya, atau sepertinya tidak berjasa apa-apa karena yang mengetahui serta menilai pengabdian dan pekerjaan mereka adalah Tuhan sendiri. Bagi mereka, kecil sekali atau tiada artinya pendapat, penghargaan dan komentar manusia bagi harga diri atau semangatnya dalam melayani.

Hanya dengan menyadari akan kelemahan kita, hati kita dijaga selalu rendah hati. Dan rendah hati adalah kualitas paling dasar yang harus selalu ada pada kita jika kita ingin tetap dipandang dan diakui oleh Tuhan sebagai murid dan hamba-Nya. 


Hari ini, apakah Anda masih merasa malu dengan kelemahan'kelemahan Anda? Berusaha keras menutupi semuanya itu dan tidak mengakuinya? Berharap itu tidak diketahui orang karena takut merusak reputasi dan citra diri Anda? 

Jika demikian, mungkin Anda belum sekuat dan seteguh yang seharusnya di dalam Tuhan. Anda masih mengikut Tuhan dengan kekuatan dan kemampuan manusiawi Anda yang terbatas itu. 
Mereka yang paling kuat dan sempurna dalam kuasa Tuhan, ialah orang-orang yang mau terbuka mengakui bahwa dirinya mempunyai kelemahan, yang karenanya ia akan menaruh seluruh pengharapannya pada Tuhan. Melalui orang-orang semacam ini, berkat terbesar dan terbaik Tuhan akan dicurahkan limpah kepada jemaat dan jiwa-jiwa yang memerlukan jamahan Tuhan. 

Semoga Roh hikmat dan wahyu memberikan pengertian ilahi bagi Anda semua. 

Salam revival
Tuhan Yesus Memberkati Kita semua

Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar