Dan baiklah kita memindahkan tabut Allah kita ke tempat kita, sebab pada zaman Saul kita tidak mengindahkannya." Maka seluruh jemaah itu berkata, bahwa mereka akan berbuat demikian, sebab usul itu dianggap baik oleh segenap bangsa itu. Lalu Daud mengumpulkan semua orang Israel dari sungai Sikhor di Mesir sampai ke jalan yang menuju Hamat, untuk menjemput tabut Allah dari Kiryat-Yearim. Lalu Daud dan segenap orang Israel berangkat ke Baala, ke Kiryat-Yearim, yang termasuk wilayah Yehuda, untuk mengangkut dari sana tabut Allah, yang disebut dengan nama TUHAN yang bertakhta di atas kerubim. Mereka menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru dari rumah Abinadab, sedang Uza dan Ahyo mengantarkan kereta itu. Daud dan seluruh orang Israel menari-nari di hadapan Allah dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, ceracap dan nafiri. Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Kidon, maka Uza mengulurkan tangannya memegang tabut itu, karena lembu-lembu itu tergelincir. Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Ia membunuh dia oleh karena Uza telah mengulurkan tangannya kepada tabut itu; ia mati di sana di hadapan Allah.
(1 Tawarikh 13: 3-10)
Daud memiliki kerinduan untuk memindahkan tabut Allah. Sesuatu yang baik dan didukung semua rakyat, termasuk suku Lewi. Sayangnya orang Lewi tidak bertindak sebagaimana fungsinya sebagai pemimpin rohani sehingga terjadi tragedi. Terjadi penyimpangan dalam tata cara memindahkan dan mengangkut tabut Allah (menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru) dan berakhir matinya Uza karena murka Allah yang bangkit. Sekalipun Daud dan seluruh orang Israel telah menari-nari di hadapan Allah dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, ceracap dan nafiri.
Dari kisah tersebut kita belajar bahwa Orang Lewi sebagai pemimpin rohani yang kompromi dengan Daud dalam memperluas kerajaan Allah. Seharusnya pemimpin rohani TEGAS menegakkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam memperluas kerajaan kerajaan Allah tanpa kompromi dan bukannya takut, dipengaruhi dan dikendalikan penguasa. Lebih fatal jika sikap pemimpin rohani yang aji mumpung yang menganggap kesempatan besar dan dapat mendapatkan keuntungan berafiliasi dengan penguasa (mendapat dukungan besar dana, dukungan dan janji-janji akan mendapat posisi yang terhormat dalam pemerintahan). Ketika pemimpin rohani lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah dan lebih berharap dan bersandar pada pengusa. Maka Allah akan murka dan menghinakan semua persembahan dari seluruh jemaat (pemimpin rohani, penguasa serta umat). Bukannya mendapat berkat Tuhan malah mendapat kutuk/ tulah/ hukuman dari Tuhan. Jika terhadap penguasa sebaik Daud yang tulus saja Allah tidak kompromi untuk menghukum apalagi terhadap penguasa/ pengusaha yang tidak jelas maksud dan tujuannya dalam mendukung pekerjaan Allah.
Sejarah gereja membuktikan bahwa kompromi dengan penguasa/ pengusaha akan mendapat keuntungan gedung gereja akan dibangun dimana-mana, aktifitas gereja tidak dihalangi malah dapat dukungan dari pemerintah tetapi kemuliaan Allah tidak ada disana (kematian dan masa kegelapan rohani bagi gereja). Jika utamakan (dikejar) kebangunan rohani akan diteruskan oleh Tuhan kebangunan jasmani ( Mat 6:33). Tetapi jika yang diutamakan (dikejar) kebangunan jasmani akan berakhir kematian rohani (1 Timotius 6:10).
Apakah yang diinginkan para pemimpin rohani di Indonesia?
Apakah kebangunan rohani atau kebangunan jasmani?
Bangkitlah pemimpin rohani yang RADIKAL di Indonesia. Amin.
(Oleh: Faith Ruddy)
(1 Tawarikh 13: 3-10)
Daud memiliki kerinduan untuk memindahkan tabut Allah. Sesuatu yang baik dan didukung semua rakyat, termasuk suku Lewi. Sayangnya orang Lewi tidak bertindak sebagaimana fungsinya sebagai pemimpin rohani sehingga terjadi tragedi. Terjadi penyimpangan dalam tata cara memindahkan dan mengangkut tabut Allah (menaikkan tabut Allah itu ke dalam kereta yang baru) dan berakhir matinya Uza karena murka Allah yang bangkit. Sekalipun Daud dan seluruh orang Israel telah menari-nari di hadapan Allah dengan sekuat tenaga, diiringi nyanyian, kecapi, gambus, rebana, ceracap dan nafiri.
Dari kisah tersebut kita belajar bahwa Orang Lewi sebagai pemimpin rohani yang kompromi dengan Daud dalam memperluas kerajaan Allah. Seharusnya pemimpin rohani TEGAS menegakkan prinsip-prinsip firman Tuhan dalam memperluas kerajaan kerajaan Allah tanpa kompromi dan bukannya takut, dipengaruhi dan dikendalikan penguasa. Lebih fatal jika sikap pemimpin rohani yang aji mumpung yang menganggap kesempatan besar dan dapat mendapatkan keuntungan berafiliasi dengan penguasa (mendapat dukungan besar dana, dukungan dan janji-janji akan mendapat posisi yang terhormat dalam pemerintahan). Ketika pemimpin rohani lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah dan lebih berharap dan bersandar pada pengusa. Maka Allah akan murka dan menghinakan semua persembahan dari seluruh jemaat (pemimpin rohani, penguasa serta umat). Bukannya mendapat berkat Tuhan malah mendapat kutuk/ tulah/ hukuman dari Tuhan. Jika terhadap penguasa sebaik Daud yang tulus saja Allah tidak kompromi untuk menghukum apalagi terhadap penguasa/ pengusaha yang tidak jelas maksud dan tujuannya dalam mendukung pekerjaan Allah.
Sejarah gereja membuktikan bahwa kompromi dengan penguasa/ pengusaha akan mendapat keuntungan gedung gereja akan dibangun dimana-mana, aktifitas gereja tidak dihalangi malah dapat dukungan dari pemerintah tetapi kemuliaan Allah tidak ada disana (kematian dan masa kegelapan rohani bagi gereja). Jika utamakan (dikejar) kebangunan rohani akan diteruskan oleh Tuhan kebangunan jasmani ( Mat 6:33). Tetapi jika yang diutamakan (dikejar) kebangunan jasmani akan berakhir kematian rohani (1 Timotius 6:10).
Apakah yang diinginkan para pemimpin rohani di Indonesia?
Apakah kebangunan rohani atau kebangunan jasmani?
Bangkitlah pemimpin rohani yang RADIKAL di Indonesia. Amin.
(Oleh: Faith Ruddy)
Comments
Post a Comment