Skip to main content

CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB - MATIUS 10) Bagian 3

Oleh: Bpk. Peter B, MA



HIDUP MENGIKUT KRISTUS DAN DIUTUS OLEH-NYA, AKAN MENGHADAPI PERTENTANGAN, PERLAWANAN, PERMUSUHAN, ANIAYA, PENDERITAAN DAN TEKANAN BAHKAN DARI PIHAK ORANG-ORANG TERDEKAT KITA
Mungkin hampir semua dari kita membayangkan bahwa mengikut Yesus itu berarti menjalani suatu kehidupan yang penuh bahagia, nyaman dan menyenangkan. Khususnya saat mendengar janji Tuhan disampaikan di gereja bahwa hidup kita akan dicukupi dan diberkati secara limpah hingga mencapai suatu kesuksesan.
Dilihat dari satu sisi, memang demikian yang dijanjikan oleh Tuhan. Hanya saja, itu baru satu bagian saja dari apa yang Alkitab sampaikan mengenai ajaran Tuhan.

Jika kita menyelidiki kitab suci dalam pimpinan Roh Kudus yang akan menuntun kita dalam seluruh kebenaran, maka kita akan menemukan bahwa ada bagian-bagian Alkitab yang berisi janji-janji berkat dan melimpahkan jasmani maupun rohani namun ada pula yang memberitahu kita bahwa mengikut Tuhan harus menghadapi susah payah dan penderitaan.

"Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "BERJUANGLAH untuk masuk melalui PINTU YANG SESAK itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Luk. 13:24)

"Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan MENDERITA ANIAYA," (2 Tim. 3;12)

"Kamu akan DIKUCILKAN, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.
Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku" (Yoh. 16:2-3)

Mengetahui ada dua sisi yang berbeda menjadi mengikut Yesus merupakan dasar yang penting bagi iman kita pada Kristus. Ketidaktahuan mengenai hal ini akan menjadikan rohani kita timpang dan tidak akan berjalan dengan semestinya. Hanya berfokus pesan-pesan yang menyenangkan jiwa akan membuat diri kita terkena "diabetes rohani" yang berakibat melemahkan dan memerosotkan keadaan tubuh rohani yang seharusnya siap dan tangguh sebagai prajurit-prajurit Kristus. Sebaliknya, memusatkan diri pada perkataan Tuhan yang keras saja akan membuat kita tidak dapat menikmati kasih karunia Tuhan dan sukacita berjalan bersama Tuhan setiap waktu. Hati kita menjadi keras dan agamawi sebagaimana halnya kisah anak sulung yang cemburu dan marah karena tidak memahami sukacita bapanya menyambut anak bungsunya yang kembali pulang.

Pada bagian ini, kita akan melihat bahwa mengikut Yesus juga berarti masuk ke dalam konflik dan kontroversi. Sebagai duta-duta kerajaan kita tidak sedang diutus ke negara sahabat yang damai dan tenteram. Kita diutus ke wilayah-wilayah musuh untuk memberitahukan pada tawanan dan sandera bahwa mereka telah ditebus dan dilepaskan dari cengkeraman penguasa kegelapan.

Perhatikanlah. Dimulai dari Matius 10:14 disebutkan bahwa akan ada orang-orang yang tidak mau menerima dan tidak mau mendengar pesan yang kita sampaikan. Kita bagai domba di tengah-tengah serigala yang siap menyerang dan memakan kita (ayat 16). Kita diperintahkan waspada terhadap semua orang karena akan ada yang menyerahkan kita kepada majelis agama, menggiring kita ke muka penguasa dan raja-raja. Bahkan saudara-saudara dan anggota-anggota keluarga kita akan menganiaya dan menyerahkan kita untuk dibunuh. Dan lebih keras lagi: "Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat" (ayat 22). Yesus akhirnya menyimpulkan: "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya" (ayat 34-36).

Pertentangan, penderitaan, pengkhianatan dan aniaya merupakan bagian dari hidup kita sebagai orang-orang yang diutus. Semuanya diijinkan Tuhan dalam tingkatan yang berbeda-beda sesuai ukuran kasih karunia Tuhan bagi kita (1 Kor. 10:13; 2 Kor. 12:9). Walaupun berbeda-beda bentuk dan kondisinya, jika kita menghidupi panggilan Tuhan, perlawanan dari sekitar kita ialah suatu keniscayaan. Mereka yang suam-suam kuku dan remang-remang disukai dan diterima sekitarnya ketimbang yang bersinar terang dan menyala-nyala bagi Tuhan di tengah-tengah dunia yang dingin acuh tak acuh terhadap Tuhan. Beberapa saudara kita yang memilih percaya pada Yesus di tengah-tengah kaum keluarganya yang membenci kekristenan mengalami aniaya terang-terangan sampai ancaman pembunuhan. Meski demikian, di tengah-tengah keluarga yang tampak baik-baik saja bisa jadi sedang berlangsung penolakan dan tekanan besar atas anak Tuhan yang bermaksud hidup secara total bagi Yesus. Ini semua terjadi saat kita tak setengah-setengah mengikut Yesus.
Menghadapi semua itu, saat kita tetap berjalan bersama Dia, kita akan beroleh kekuatan untuk menanggungnya (Fil. 4:13). Tetapi, jika kita tidak menyiapkan hati untuk ini (dimana Yesus pun menyiapkan murid-murid-Nya untuk ini dalam Yoh. 16:1) maka satu kali kita akan tersandung dan murtad, meninggalkan iman kita pada Yesus (lihat Mat. 13:20-21). Orang percaya yang tidak memahami akan penganiayaan sebagai pengikut Kristus cenderung terkejut saat itu terjadi menimpa atasnya.

Pada dasarnya, sudah merupakan sifat manusia untuk menghindari penderitaan dan terus mencari kenyamanan. Tetapi kita dipanggil untuk mengikut Yesus dan menaruh segala harapan dan kenyamanan dalam persekutuan dengan Dia. Jika kita mengaku percaya maka iman kita harus terbukti sebagai iman sejati. Mengikut Yesus Kristus merupakan suatu pembuktian iman. Yaitu bahwa iman kita ialah IMAN YANG HIDUP, bukan iman yang mati atau iman sekedar percaya pada janji-janji yang menyenangkan jiwa semata. IMAN YANG HIDUP merisikokan seluruh hidupnya sebagai persembahan bagi kemuliaan Tuhan. Untuk mengikut kemana Dia pergi. Untuk bergerak ke negeri yang Dia pilih untuk kita berangkat. Untuk melangkah kepada tujuan yang diperintahkan kepada kita. Meskipun itu harus menerobos kawanan serigala atau dikelilingi singa yang mengaum-aum. Untuk bertahan dalam kondisi-kondisi yang sukar sampai kesudahannya.

Dari sini akhirnya mulai mengerti mengapa Yesus berpesan supaya murid-murid-Nya tidak takut dengan apapun dan siapapun. Tidak takut kepada manusia. Tidak gentar akan keadaan-keadaan yang sukar dan menekan. Tidak gemetar pada kuasa-kuasa kegelapan yang hanya sanggup menyerang dan membunuh jasmani kita.
Selain itu, berkali-kali pula Yesus menegaskan kepada murid-murid-Nya bahwa "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya" (Mat. 10:37-39, 16:24; Mrk. 8:35; Luk. 9:23).
Itu berarti bersiap hidup dalam segala keadaan. Menanggung segala kesukaran dan penderitaan karena komitmen dan pengabdian kita bagi Kristus. Tidak mencari kenyamanan diri melainkan mengorbankan diri demi cinta pada Tuhan dan kehendak-Nya. Sama seperti hidup Kristus yang merupakan utusan Bapa demi menerangi dunia, begitu pula hidup kita dipanggil sebagai anak-anak terang melawan kegelapan dunia.

Mereka yang tidak mau menerima takdir mereka untuk dipanggil menderita bagi dan bersama-sama Kristus (1 Pet. 2:20-21; 5:10; Fil 1:29; Rom. 8:17) sesungguhnya sedang menjalani hidup Kristen yang palsu. Kebahagiaan dan sukacita hidup mereka masih disandarkan kepada ukuran-ukuran duniawi yaitu kemudahan dan kelancaran hidup serta rezeki mereka di dunia. Bagi kekristenan yang demikian, Yesus adalah sarana dan alat menuju berkat-berkat yang mereka inginkan, sedangkan berkat-berkat jasmani itulah yang menjadi tuhan atau ilah mereka. Mereka tidak memahami bahwa keindahan, kemuliaan dan kebahagiaan sejati bukan melekat pada kehidupan yang nyaman dan sukses secara duniawi tetapi pada kehormatan, kebanggaan dan kemuliaan mengiring sang raja kemanapun Dia pergi.
Hidup mengumpulkan bagi diri sendiri mungkin terlihat nyaman dan senang tetapi masih ada suatu cara hidup yang jauh lebih bermakna dan berharga. Itulah hidup yang kita jalani bersama-sama dengan Tuhan, mengikut kemana Dia pergi.
Tinggal dalam persekutuan dengan Dia di dalam kasih-Nya yang tak pernah berhenti mengalir selagi kita menunjukkan kasih kepada-Nya dengan menyerahkan diri pada tujuan dan panggilan terbaik yang telah dirancang dan ditetapkan-Nya bagi kita sebelum kita dilahirkan ke dunia. Melihat jiwa-jiwa direbut dan dilepaskan dari cengkeraman iblis, yang sakit dan lemah disembuhkan dan jiwa-jiwa yang ditudungi kegelapan nan pekat melihat terang sorgawi saat kuasa dan kasih Tuhan mengalir melalui kita adalah kebahagiaan yang tidak dapat dibandingkan dengan kesenangan atau sensasi apapun di dunia ini. Dikasihi dan mengasihi Allah ialah makna hidup kita. Dan itu diperkuat dan dipererat dalam melalui segala sesuatu dengan cinta bersama-sama dengan Tuhan. Seperti dua sejoli yang berikrar bersama di depan semua orang, cinta mereka akan diperkuat saat mereka selalu ada untuk mendukung satu sama lain dalam suka maupun duka, sehat maupun sakit, sukar maupun mudah, kelimpahan atau keterbatasan.

Bukan suatu kebetulan jika Injil mencatat tentang seorang pemuda kaya yang juga tokoh berpengaruh di masyarakat dalam gambaran yang sama:

"Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, PERGILAH IA DENGAN SEDIH, sebab banyak hartanya" (Mrk. 19:22)
"Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu PERGI DENGAN SEDIH, sebab banyak hartanya" (Mrk. 10:22)
"Ketika orang itu mendengar perkataan itu, IA MENJADI AMAT SEDIH, sebab ia sangat kaya" (Luk. 18:23)

Mengapa seorang yang banyak hartanya pergi dengan sedih bahkan amat sedih?
Tidakkah banyak harta seharusnya berbahagia, menurut ukuran banyak orang?
Jika banyak harta tetap membuat orang demikian sedih, apakah yang mampu membahagiakan hati manusia?

Pemuda kaya yang saleh dan berpengaruh itu kecewa dan sedih karena dengan kehidupannya yang baik serta hartanya yang banyak itu ia tetap tidak mendapatkan kebahagiaan sedangkan ia enggan melakukan LOMPATAN IMAN dengan menyerahkan hidupnya sebagai murid Yesus. Ya, hanya dalam meninggalkan segala kesayangan hati kita yang lain lalu sepenuh dan hidup mengikut Yesus ada sukacita dan kebahagiaan sejati. Dalam mencintai Dia di atas segala sesuatu kehidupan kita mencapai titik tertinggi dan paling memuaskan.

Berkat terbesar kita ada dalam persekutuan kita dengan Tuhan. Di dalam melayani Dia di ladang-Nya dengan segala kerelaan dan sukacita. Itulah kehidupan anak-anak Tuhan yang dewasa dan mampu melihat jika rumah Bapa memerlukan pekerja-pekerja. Sudah waktunya bahwa hidup kecukupan dalam pemeliharaan sempurna Bapa ialah jaminan Tuhan saat kita tidak malu menjadi saksi-saksi Kristus dan dengan berani melangkah sebagai utusan-utusan sorga bagi dunia ini. Dan seharusnya kita menyadari bahwa jaminan janji berkat-berkat Tuhan diberikan sebagai pelengkap dan sarana kita memusatkan diri pada tugas-tugas panggilan kita. Bukan demi tujuan menikmati kehidupan seperti orang-orang dari dunia ini yang tiada mengenal Kristus, yang mengejar kenyamanan dan pemuasan segala keinginan pribadi.

Masihkah kita mengharap suatu kehidupan yang nyaman di dalam Kristus?
Jika demikian mungkin kita masih menjadi bayi-bayi dan anak-anak yang manja.
Setiap kita pernah mengalami dan menjalani masa-masa itu. Namun dari segi waktu dan seberapa banyak pengetahuan rohani yang Anda dapat dari mendengar khotbah atau membaca tulisan-tulisan rohani, pantaskah saat ini masih dalam posisi kanak-kanak rohani setelah bertahun-tahun lamanya menjadi pengikut Yesus?
Atau mungkinkah kita belum benar-benar menyadari bahwa seperti inilah mengikut Yesus?
Apakah Anda sedang mengikut Yesus sambil mengharapkan Tuhan membuka pintu-pintu rezeki dan melancarkan hidup Anda saat ini?
Mungkinkah Tuhan akan memberikan hal semacam itu bagi Anda sedangkan Kristus sendiri memberikan teladan sebagai Anak Manusia yang hidup bagi kehendak Bapa dan melaksanakan misi Allah?

Kita diciptakan lalu dipanggil untuk mengarungi samudera kehidupan bersama Yesus. Sebelum tujuan itu tercapai, senyaman dan semenyenangkan apapun hidup kita semuanya merupakan kenikmatan semu dan biasa-biasa saja, yang masih serupa dengan kegembiraan dunia sekarang ini. Kebahagiaan menyeberangi samudera hanya dapat kita rasakan saat kita siap mengucapkan selamat tinggal dan melepaskan pandangan dari pantai yang kita tinggalkan. Pelayaran kita menyeberang tempat yang permai abadi di seberang sana hanya akan dimulai setelah kita melepaskan dengan rela segala ikatan dan pandangan kita dari tepian-tepian pantai fana sekarang ini.
Dan meskipun perjalanan kita akan menghadapi tantangan ombak, gelombang, angin badai, terik mentari, keadaan-keadaan yang tidak menentu hingga ancaman perompak -namun perjalanan itu layak diarungi. Sesuatu yang hanya akan dapat dijalani dengan keberanian dari atas karena keyakinan iman bahwa Nahkoda Agung akan menolong dan melindungi kita.

Jika penderitaan dan penganiayaan dalam mengikut Kristus masih kita hindari karena takut, maka kita belum benar-benar memahami tujuan panggilan kita. Seperti sebuah ungkapan, "Sebuah kapal memang aman ditambatkan di dermaga, tetapi bukan untuk itu suatu kapal dibuat". Oleh sebab itu, jadikan hidup Anda berarti. Jangan puas sebagai penonton dan saksi mata saja. Jangan berdiam diri melihat keadaan di sekeliling Anda, khususnya kondisi gereja yang merosot dan berdampak pada situasi bangsa dan negara kita. Jangan takut dan lemah karena kontroversi dan konflik. Mulai hidup sebagai orang-orang yang radikal seperti Kristus yang radikal dalam kasih dan menjalankan sepenuh kehendak Tuhan. Itulah makna hidup kita sebagai orang-orang percaya dan murid-murid Kristus sejati.

"Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang BERHAK MENERIMA JANJI-JANJI ALLAH, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, YAITU JIKA KITA MENDERITA BERSAMA-SAMA DENGAN DIA, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia" ~ Roma 8:1~

Bagian 1 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB - MATIUS 10)

Bagian 2 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB - MATIUS 10)

Bagian 3 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB - MATIUS 10)

Bagian 4 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB - MATIUS 10) Bagian 4 (1) - Selesai

Bagian 5 :CERDIK SEPERTI ULAR, TULUS SEPERTI MERPATI (KAJIAN ALKITAB - MATIUS 10) Bagian 4 (2) - Selesai

Comments

Popular posts from this blog

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

SIKAP DAN PANDANGAN KITA YANG SEHARUSNYA TERHADAP NUBUAT /PENGLIHATAN: MENANGGAPI PESAN PROFETIK YANG DISAMPAIKAN OLEH CINDY JACOB DI MEDIA SOSIAL

Oleh: Didit I. Beberapa hari ini saya mendapatkan kiriman cukup banyak dari rekan-rekan di media sosial tentang nubuatan dari Cindy Jacob terkait Bapak Ahok. Menanggapi pesan nubuatan dari Cindy Jacob yang disebarkan di media sosial tersebut, Tuhan menggerakkan saya untuk mengajak rekan-rekan dan seluruh umat Tuhan untuk bersama menguji pesan yang disampaikan oleh Cindy Jacob dan mencari kehendak Tuhan dalam pesan tersebut. Pesan profetik yang disampaikan oleh Cindy Jacob seperti gambar di bawah ini: Sesuai dengan 1Tesalonika 5:19-22, kita tidak boleh memandang rendah setiap nubuatan namun juga tidak boleh langsung menerimanya mentah-mentah, sebaliknya kita harus mengujinya. Ini berarti sikap kita terhadap setiap nubuatan/penglihatan adalah menampungnya untuk kemudian diuji sesuai dengan cara dan prinsip Firman Tuhan dan mencari maksud serta tujuan pesan nubuatan/penglihatan tersebut. Penting di sini untuk bersikap netral/tidak berprasangka terlebih dahulu terhadap setiap pesan nubuata