Oleh Peter B, MA
“Setelah Daud menetap di rumahnya, berkatalah Ia kepada nabi Natan:
“Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda.”
(1 Tawarikh 17:1).
“Sesungguhnya aku tidak akan masuk ke dalam kemah kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku,
sesungguhnya aku tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan kelopak mataku terlelap, sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub.”
(Mazmur 132:3-5)
(Mazmur 132:3-5)
Hampir setiap pekerjaan memerlukan suatu proses untuk sampai pada titik tujuan atau hasil yang baik maupun yang terbaik. Suatu contoh sederhana adalah memasak air. Hal itu adalah suatu proses. Air akan mendidih setelah dipanaskan beberapa saat lamanya. Semula air itu dingin tetapi kemudian berubah menjadi hangat, semakin panas dan semakin panas dan akhirnya mendidih.
Yang perlu diketahui adalah bahwa untuk dapat mencapai tingkat mendidihnya air itu, yang paling diperlukan adalah pemanasan yang terus-menerus. Tidak adanya api, api kecil, api yang sesekali diberikan pada akhirnya tidak akan membawa hasil apa-apa. Itulah yang disebut sebagai Intensitas, peningkatan yang terus menerus sampai pada titik puncaknya.
Apabila diamati, proses pernyataan manifestasi hadirat Tuhan dalam bait Salomo pada saat pentahbisannya, pada dasarnya merupakan hasil intensitas. Dimulai dengan sebuah api kecil tetapi terus menyala. Api itu tetap menyala dan menjadi semakin besar. Menjadi semakin besar di generasi berikutnya dan kemudian mencapai titik didih: manifestasi lawatanNya di tengah-tengah umatNya. Revival pun terjadilah. Jadi, sesungguhnya TIDAK ADA KEBANGUNAN ROHANI TANPA PROSES. Tidak ada kebangunan tanpa api. TIDAK ADA KEBANGUNAN DALAM WAKTU SINGKAT. Tidak ada kebangunan tanpa harga. Tidak ada kebangunan yang murahan.
Hati yang hancur dan merendahkan diri di hadapanNya, yang di miliki oleh satu orang, merupakan suatu ‘api kecil’ itu. Hati yang demikianlah yang kemudian menjadi ‘mendidih’, saat segenap Israel berseru dengan kerinduan dan gairah yang tak terbendung, dalam penyembahan yang dalam dan penuh hormat, dalam ucapan syukur yang tak terkatakan: “Sebab Tuhan baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya”.
Api kecil itu dimulai dari Daud. Dari hati seorang penyembah yang sejati inilah, kerinduan akan Tuhan dikobarkan. Memang hanya api yang kecil tetapi api itu tidak pernah padam. Dengarlah kobaran api itu:
“Sesungguhnya ….
Aku tidak akan masuk ke dalam kemah kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku,…
Tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan kelopak mataku terlelap,…
Sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub.”
Kerinduan Daud akan Tuhan begitu kuat dan mendalam. Hasrat untuk menjalin persekutuan setiap saat dan berkomunikasi secara dekat dengan Tuhannya tidak pernah surut sepanjang hidupnya. Sejak muda, Daud telah mengenal dan bergaul karib dengan Tuhan. Hatinya yang hancur dan menjerit akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya menarik perhatian Tuhan. Bukankah Dia Allah yang berfirman: “Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.” (2 Tawarikh 16:9)
Mengenai Daud, tidak ada perkataan Tuhan yang lebih tegas dan terbuka selain ini: “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kisah Para Rasul 13:22)
Apa yang dikatakan Allah bukanlah suatu hal yang main-main. Itu bukanlah sesuatu yang asal diucapkan ataupun suatu kebohongan. Tuhan melihat suatu hati yang benar. Hati yang rindu untuk memberikan yang terbaik bagi Dia. Kita telah tahu, bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Demikian juga dengan hati Daud. Hati yang sedemikian akan jelas nampak dari perbuatan-perbuatannya. Mari kita lihat bahwa Tuhan tidak salah memilih Daud.
Hal pertama yang dipikirkan dan hendak dilakukan Daud setelah ia menjadi raja atas seluruh Israel bukan untuk mendirikan istana yang megah, program menolong rakyat yang miskin, menaklukkan kerajaan tetangga, maupun membuat peraturan-peraturan baru. Program pertama Daud adalah membawa Tabut perjanjian Tuhan ke ibukota Israel waktu itu yaitu Yerusalem (yang saya percaya juga telah di sediakannya sebagai kota dimana Tuhan disembah dan dimuliakan atas seluruh Israel). Kerinduan Daud tetap seperti sejak masa remajanya. Ia mendahulukan Tuhan di atas segalanya. Kerinduannya itu membawa kepada program-program yang meletakkan Tuhan di tempat yang pertama bahkan di atas segala-galanya. Dan memang api itu tidak berkurang sedikitpun tetapi menjadi semakin membara.
Tabut Tuhan telah dibawa ke Yerusalem, kini apa lagi? Hati Daud terus bertanya-tanya, “Adakah perkara lain yang dapat kulakukan untuk menyenangkan Dia? Dengan cara apa lagi aku dapat memberikan kemuliaan yang lebih lagi kepadaNya? Bukankah semua ini masih kurang? Mengapa kelihatannya Tuhan masih belum menerima yang terbaik dariku? Ya, Tuhan harus memperoleh yang lebih baik dari ini!” Saudara-saudaraku kekasih, inilah hati yang diinginkan Tuhan. Tuhan mencari dalam diri kita hati yang seperti demikian. Sebaliknya daripada hati yang selalu memikirkan apa yang dapat Tuhan berikan kepada kita, Tuhan mencari hati yang terpesona dan terikat kepadaNya sehingga dengan sukacita memberikan segala-galanya bagi Dia.
Dan inilah yang keluar dari hati yang berkenan itu:
“Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda.”
Apa maksud hati Daud? Ia ingin mendirikan suatu rumah atau tempat kediaman yang megah bagi Tuhannya. Ia telah menemukan apa yang kurang itu: mengapa ia tinggal di istana sedangkan Allah (digambarkan dengan Tabut Perjanjian) tinggal di bawah tenda. Tuhan layak menerima yang lebih baik; bahkan yang terbaik.
Inilah api kecil itu. Kedahsyatan kehadiran Tuhan dimulai dari sebuah api yang kecil dari dalam hati sesorang bernama Daud. Bagaimana Revival terjadi? Itu tidak akan terjadi sebelum ada api kecil itu di hati Anda dan saya. AMIN.
Comments
Post a Comment