Oleh: Peter B,
“DAN HUKUM YANG KEDUA, YANG SAMA DENGAN ITU, IALAH: KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA SEPERTI DIRIMU SENDIRI.” (MATIUS 22:39)
Salah satu keunikan dari iman kepercayaan kita adalah pengajaran mengenai dua hukum Tuhan yang seringkali disebut sebagai Hukum kasih. Umat Kristen di dunia terkenal karena hukum ini sehingga banyak kali orang di dunia mendengar mengenai kekristenan, mereka diingatkan mengenai umat yang diajar dan berciri khaskan kasih. Hukum kasih yang pertama adalah perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap kekuatan, dan segenap akal budi. Hukum kasih yang kedua memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita (sesama manusia, siapapun itu) seperti mengasihi diri kita sendiri. Betapa luar biasa kedua hukum ini! Begitu singkat, sangat ringkas tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Sesungguhnya telah jelas bagi kita, para pengikut Kristus. Inti dari iman serta penyembahan kita adalah kasih. Iman adalah dasar hubungan kita dengan Tuhan tetapi iman diwujudnyatakan, dipraktekkan, dibuktikan, terlihat keluar melalui tindakan kasih.
Di sini menjadi semakin jelas untuk kita memahami prinsip-prinsip belas kasihan. Setiap penyembahan sejati pasti hidup dalam belas kasihan karena tidak mungkin tidak demikian. Penyembah-penyembah sejati adalah para pemuja Allah di dalam Kristus. Mereka merelakan segalanya dari hidup mereka untuk diberikan, dipersembahkan, dan dikorbankan sebagai bukti komitmen penyembahan mereka kepada Sang Juruselamat dan Tuhan mereka, Yesus Kristus. Para penyembah sejati hidup hanya bagi Tuhan, bukan untuk dirinya sendiri atau perkara-perkara yang lain. Untuk itu mereka mendedikasikan diri serta hidup mereka hanya untuk taat kepada Tuhan, melaksanakan setiap apa yang menjadi perintahNya demi menyenangkan hatiNya. Oleh sebab itu, para penyembah sejati dengan sukacita menyambut kedua perintah Hukum Kasih itu. Mereka dengan penuh kesungguhan memilih untuk senantiasa mengasihi Tuhan di atas segala perkara. Tidak hanya itu, merekapun dengan penuh kerelaan setelah dimampukan oleh Roh Kudus dan kasih Allah yang sempurna menerapkan kasih itu kepada sesama manusia. Setiap mereka yang mengaku penyembah sejati tetapi tidak mengasihi sesamanya adalah pendusta-pendusta karena Tuhan yang mereka sembah memerintahkan untuk mengasihi, mengasihi, dan mengasihi.
Sekarang bagaimanakah kita menunjukkan belas kasihan itu? Bagaimana sesungguhnya yang dimaksud dengan “mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri itu”? Tindakan-tindakan apakah yang dapat kita sebut sebagai tindakan belas kasihan, sebagaimana yang dimaksud oleh Allah? Benarkah tindakan-tindakan belas kasihan itu terbatas seperti apa yang dilakukan oleh Ibu Theresa di Calcutta? Inilah yang akan kita pelajari lebih lanjut pada tulisan ini dan tulisan-tulisan berikutnya. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh, kita perlu mengingat, sebagaimana telah kita pelajari dari tulisan yang lalu mengenai ukuran belas kasihan, belas kasihan sejati dinyatakan melampaui batas-batas status atau atas kenyataan-kenyataan lain. Ini artinya adalah belas kasihan tidak terbatasi oleh persyaratan-persyaratan tertentu: siapa saja yang menderita maupun patut mendapatkan pertolongan, layak mendapatkan pertolongan kita. Seperti mengasihi diri kita sendiri demikianlah kita harus mengasihi sesama kita. sekarang mari kita meneliti lebih jauh.
Kembali pada Hukum Kasih, kata pokok di sana adalah “mengasihi”. Dari kata ini, seringkali masalah yang timbul adalah masalah penafsiran. Setiap orang, baik kalangan Kristen atau non-Kristen seringkali menggunakan kata yang sama : kasih, untuk menyebut setiap perbuatan ibadah mereka, amal mereka, sedekah mereka, atau perbuatan-perbuatan lain yang dianggap terpuji di mata orang lain. Karena itulah kita harus tahu benar apa yang dimaksud oleh Tuhan mengenal perintah untuk “mengasihi” ini. Kata “mengasihi” dalam bahasa asli Alkitab perjanjian Baru adalah agape. Dengan mengenal arti kata ini, kita akan mengetahui bagaimanakah kasih yang dicari dan dikenan Allah itu. Agape adalah kasih dalam bentuknya yang tertinggi. Banyak kali kasih sayang yang berbeda-beda diwakili dengan satu kata yang sama “cinta” atau “kasih”. Tetapi menurut bahasa Yunani, “kasih” memiliki nama yang berlainan sesuai tingkatannya. Tingkatan kasih antara pria dan wanita suatu ketertarikan dan cinta kepada lawan jenis disebut eros. Cinta yang timbul antara anggota-anggota keluarga yaitu mereka yang terkait hubungan darah dinamakan storge. Kasih yang sedikit lebih tinggi tingkatannya dari dua jenis sebelumnya adalah philla yaitu kasih yang kuat di antara seorang sahabat. Kasih yang sempurna disebut agape.
Kasih agape adalah kasih yang dimiliki dan dinyatakan sendiri oleh Tuhan dalam setiap perbuatan-perbuatanNya. Agape itu pulalah yang Tuhan inginkan untuk diterapkan dalam hidup kita baik itu bagi Tuhan ataupun kepada sesama manusia. Kasih yang bagaimanakah yang disebut agape itu? Rasul Paulus pernah memberikan penjelasan yang cukup panjang lebar mengenai agape ini. Demikian uraian sang rasul dalam salah satu suratnya:
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidk cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan” (1Korintus 13:4-8).
Agape adalah kasih yang tanpa pamrih, tanpa harapkan imbalan atau keuntungan apapun, bahkan imbalan pujian atau penghormatan sekalipun! Ini adalah kasih yang keluar dari hati yang tulus dan murni tanpa maksud-maksud yang lain kecuali hanya ingin menyatakan kasih yang meluap-luap dari hati yang dibanjiri dengan kasih. Kasih dalam level agape menyatakan diri dalam sikap yang tidak ingin merugikan, mencelakakan orang lain atau membuat orang lain menderita. Kasih sedemikian rindu memberikan yang terbaik bagi orang lain. Kasih yang suka untuk berkorban dan memberi daripada memerima atau bahkan mengambil bagi diri sendiri. Hanya Tuhan yang memiliki kasih ini, manusia dalam kebobrokannya mustahil memilikinya. Bagaimana kita melakukannya jika kita tidak mampu melakukannya? Amin.
(Diambil dari warta Worship Center edisi 31 – 9 Agustus 2002)
Comments
Post a Comment