Skip to main content

FENOMENA @PASTORINSTYLE


Oleh : Peter B, MA



Sekitar satu atau dua bulan yang lalu (dan masih hingga saat artikel ini ditulis), jagad dunia maya Kristen dibuat heboh oleh akun instagram @pastorinstyle. Apa sebab? Oleh karena akun yang tidak jelas identitas aslinya ini dan yang relatif baru muncul memuat foto-foto dari pendeta-pendeta atau gembala-gembala sidang ternama di negeri ini (foto-foto yang sebenarnya juga berasal dari akun instagram pendeta-pendeta itu sendiri) yang disandingkan dengan informasi seputar produk fashion yang mereka kenakan, yang tentu saja merupakan benda-benda bermerek terkenal dengan harga yang bisa dibilang cukup tinggi diukur menurut ukuran masyarakat banyak pada umumnya. Produk-produk yang dipakai pendeta-pendeta tersebut tidak dipakai sebagian besar orang-orang Indonesia pada umumnya. Merchandise dengan brand terkenal itu hanya sering dikenakan oleh orang-orang kaya atau superkaya, yang memang menyukai gaya hidup glamour dan mewah. Tujuan memuat itu kira-kira untuk menyindir gaya dan cara hidup mereka yang dikenal sebagai hamba-hamba Tuhan itu.

Mengetahui ini, saya mengadakan investigasi kecil-kecilan. Dan inilah fakta-fakta yang saya temukan selanjutnya :

 -- akun tersebut memberikan beberapa petunjuk kecil mengenai latar belakang pembuatnya seperti : kemungkinan besar merupakan seorang anak muda, memiliki kemampuan di bidang IT, pernah melamar menjadi pekerja lepas atau staf salah satu gereja (kemungkinan di Jakarta). Lamaran itu kemudian bukan hanya ditolak namun membekaskan pengalaman yang cukup pahit di hatinya. Ia merasa diinterogasi oleh pimpinan dan pengurus gereja setempat, dicurigai sebagai orang yang mungkin memiliki maksud-maksud dan niat buruk terhadap gereja tersebut ketika mengajukan diri membantu di salah satu divisi pelayanan gereja tersebut

-- akun-akun serupa ternyata semakin banyak saja. Yang saya maksud adalah akun-akun instagram yang memajang postingan serupa, dengan tujuan menyindir atau membongkar apa yang dianggap tidak tepat atau bahkan sesuatu yang tidak benar di dalam gereja. Di antara akun-akun tersebut ada akun @gereja_palsu, @pastormamon, @planet_holyyouth dan mungkin juga ada beberapa lagi akun-akun serupa lainnya yang tidak saya ketahui

-- akun-akun tersebut kemudian semakin ramai dan banyak pengikutnya, lebih-lebih kemudian dibahas dan dikomentari di berbagai media sosial lainnya selain di instagram itu sendiri. Banyak perdebatan dan diskusi yang berlangsung. Dan sepertinya akun @pastorinstyle tidak semakin surut. Secara rutin, akun ini masih terus memposting hal serupa. Ia juga melaporkan apa saja yang terjadi selama ia memuat hal-hal itu, berikut berbagai tuduhan dan tudingan terhadapnya, termasuk beberapa 'ancaman' yang diterimanya dari dua atau tiga pendeta yang tidak menyukai apa yang dilakukannya.

-- inti dari apa yang dimuat akun-akun tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu sindiran secara halus maupun kasar terhadap gaya hidup dan cara pelayanan pendeta-pendeta terkenal sekarang ini. Banyak yang merasa jengah dan merasa yang dilakukan ini tidak sepatutnya. Berbagai alasan dilayangkan kepada sang pemilik akun : "Pendeta juga manusia", -"Itu urusan si pendeta dengan Tuhan, bukan urusan kita", "Mengapa kok tidak suka ada hamba Tuhan diberkati?" "Jangan nyinyir dan jangan menghakimi. Kamu tidak tahu apa yang sudah mereka lakukan bagi Tuhan!" dan sebagainya.

Terus terang, saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kenyataan semacam ini. Saya merenung dan mencoba mencari tahu secara jernih apa kira-kira yang sedang terjadi di tengah-tengah gereja kita sehingga ada aksi-aksi sejenis ini (yang bisa jadi akan semakin marak) di media-media sosial kita. Terlepas dari segala kontroversi yang ada terkait cara akun instagram tersebut menyikapi kehidupan para rohaniwan, saya meyakini 3 hal ini yang ditaruh Tuhan di hati saya bisa jadi merupakan penyebab munculnya fenomena ini :

1> Ada semacam kebuntuan komunikasi yang cukup kronis antara pemimpin rohani dan jemaat.
Sudah bukan rahasia umum apabila di dalam gereja ada semacam kasta yang tak terlihat maupun diakui, namun fakta dan prakteknya sulit dipungkiri. Ada golongan keluarga gembala. Ada kelompok tua-tua atau majelis gereja. Ada diaken-diaken atau pekerja-pekerja gereja. Dan ada pula jemaat biasa. Hak bersuara (dan ini seringkali dijumpai di gereja-gereja beraliran pentakosta) hanya dimiliki sedikit orang saja. Itupun sebaiknya selaras dengan pemimpin tertinggi yaitu gembala sidang yang biasanya menjadi penentu akhir setiap keputusan. Siapapun yang kemudian tidak sepandangan dengan pemikiran atau pendapat, sangat mungkin dipinggirkan dari komunitas lingkaran dalam sang pemimpin rohani. Pintu-pintu untuk diskusi jarang sekali dibuka. Jemaat hanya harus mendengarkan dan taat pada arahan serta keputusan pemimpin dan lingkaran dalamnya. Pertanyaan atau pandangan kritis tidak diberi ruang untuk dibahas lebih mendalam dan dicari kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip firman Tuhan. Jemaat hanya wajib patuh mengikuti arahan dan program sang pemimpin rohani yang semuanya sudah diyakini berasal dari Tuhan.

Dengan cara seperti ini, tidak ada ruang untuk pengujian dan pendalaman bagi jemaat yang ingin mengetahui dan memahami lebih lanjut akan apa yang benar dan berkenan di hadapan Tuhan. Mereka hanya diberi penegasan bahwa apapun yang dilakukan gembala sidang adalah sudah tepat, tidak perlu dipertanyakan, tinggal mengikuti saja.
Buntunya komunikasi serta ketiadaan ruang diskusi antara pembimbing rohani dan murid menyebabkan ganjalan dan beban batin yang terus menumpuk. Jika tak mampu menjaga hati, ini dapat berkembang menjadi kecurigaan rohani, pikiran negatif, prasangka yang menyebabkan seeorang rawan jatuh dalam dosa menghakimi. Dan di era informasi yang sangat luas ini, media sosial menjadi saluran untuk menumpahkan segala pertanyaan, keraguan, sikap skeptis dan prasangka yang ada. Ini sesuatu yang tak mungkin dicegah. Cepat atau lambat pasti terjadi. Pertanyaannya, apakah yang menyebut diri mereka sebagai hamba-hamba Tuhan itu dapat mempertanggungjawabkan kehambaan mereka di hadapan semua orang? Mampukah mereka bersikap seperti Paulus yang tanpa ragu membuka diri untuk dinilai apakah ia seorang hamba sejati atau bukan?

Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah.
Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.
~ 1 Korintus 4:1-2 (TB)

Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.
~ Galatia 1:10 (TB)


2> Absennya pertanggungjawaban hamba-hamba Tuhan terhadap kehidupannya di hadapan Tuhan dan manusia
Dengan maraknya pendeta-pendeta yang notabene pemimpin-pemimpin rohani memampangkan diri dan keluarganya menggunakan aksesoris-aksesoris yang cukup mewah, pikiran kita dapat melayang kemana-mana. Ada yang kagum. Bisa jadi lalu berhasrat melihat keuntungan hidup sebagai pendeta. Sebagian lainnya, tak sedikit yang bertanya-tanya, "Seperti apakah sejatinya kehidupan seorang hamba Tuhan itu?"; "Boleh atau pantaskah ia berpenampilan bak orang-orang atau para pengusaha yang kaya raya itu?"; "Dari mana seorang pendeta memperoleh uang untuk membeli dan menggunakan semua itu?"; dan "Benarkah kemewahan yang ditampilkan di depan umum merupakan tanda seseorang diberkati Tuhan? Apa kata Alkitab tentang hal itu?".  Sebagian yang lainnya lagi dapat berubah menjadi sinis, penuh pikiran negatif dan semakin goyah kepercayaannya pada lembaga gereja.

Sayangnya, terhadap semua pertanyaan itu, tampaknya sangat minim ada pendeta atau pemimpin rohani yang buka suara khususnya untuk memberikan penjelasan dan ukuran mengenai seperti apa layaknya seorang yang menyebut dan mengaku sebagai hamba Tuhan itu hidup. Yang ada justru tulisan, sanggahan atau serangan balik yang bersifat membela diri dan menyatakan bahwa tidak perlu dipersoalkan apabila ada pendeta-pendeta yang demikian dan bahwa pemikiran-pemikiran yang mempertanyakan itu merupakan sesuatu yang tidak perlu dan tidak pantas.

Ini tampaknya sangat berbeda dengan kesaksian Paulus. Sebagai hamba Tuhan, ia mencari perkenan Tuhan. Meski demikian, ia menyediakan diri untuk dinilai oleh manusia. Dengan satu tujuan, supaya semua orang melihat betapa tulus, kasih dan benarnya kehidupan para hamba Tuhan :

Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.
~ 2 Korintus 4:2 (TB)

Kami tahu apa artinya takut akan Tuhan, karena itu kami berusaha meyakinkan orang. Bagi Allah hati kami nyata dengan terang dan aku harap hati kami nyata juga demikian bagi pertimbangan kamu.
~ 2 Korintus 5:11 (TB)

Tanpa ada penjelasan yang alkitabiah mengapa para pendeta tampil dengan cara seperti itu, sulit mencegah orang bertanya-tanya dan bersikap curiga. Tidak heran saluran yang tersumbat dan tidak hadirnya para pemimpin rohani untuk memberikan jawaban, menyebabkan fenomena ini menyerupai pipa air yang retak dan yang mulai merembeskan air karena tekanan air yang kuat di dalam pipa yang disebabkan adanya kebuntuan.


3> Masih kabur dan tidak jelasnya prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan dalam pikiran pemimpin rohani maupun jemaat
Dalam kasus @pastorinstyle, setidaknya kita mendapati dua hal yang patut dipertanyakan :
Pertama, apa alasan dan motivasi para pendeta tersebut menampilkan diri mereka sebagai orang-orang terlihat kelimpahan secara materi?
Kedua, apa alasan dan motivasi pembuat akun @pastorinstyle memuat materi-materi yang demikian di akun media sosial tersebut?

Terhadap kedua hal di atas, kita bisa meringkas pertanyaan menjadi satu keloompok pertanyaan besar : sudah benar atau tepatkah yang mereka lakukan? Baik yang disindir maupun yang menyindir? Sudah tepatkah seorang pemimpin rohani yang menyebut dirinya hamba Tuhan menampilkan diri sedemikian? Atau bisa diterimakah cara-cara protes dan menyindir pendeta-pendeta tersebut melalui akun media sosial semacam itu? Dapatkah itu dipandang sebagai suatu perjuangan rohani untuk mereformasi gereja? Samakah ini dengan yang dilakukan Martin Luther yang menempel 95 dalil atau tesis yang menantang kepausan di zamannya?

Semua jawaban atas pertanyaan di atas hampir-hampir tidak pernah terjawab apalagi dibahas. Semua orang berbuat menurut apa yang menurutnya benar. Mirip zaman Hakim-hakim :

Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.
~ Hakim-hakim 17:6 (TB)

Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri
~ Hakim-hakim 21:25 (TB)

Suatu zaman yang penuh dengan kemerosotan moral dan spiritual. Tiada pemimpin rohani sejati. Tidak ada yang memberikan panduan mana benar dan salah atau mana batas-batas yang berkenan dan tidak di hadapan Tuhan. Zaman Hakim-hakim ditutup oleh Imam Eli sebagai pemimpin rohani yang lemah dan penuh kompromi terhadap berbagai praktek-praktek penyimpangan rohani. Hampir saja itu jatuh sepenuhnya dalam kebobrokan yang luar biasa jika itu jatuh ke tangan anak-anak sang imam -jika Tuhan tidak segera membangkitkan seorang nabi yaitu Samuel, untuk mengadakan pembaharuan rohani.

Mengetahui akan hal ini, dapat dipahami mengapa muncul fenomena @pastorinstyle ini. "Setiap orang akan berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" jika ia tidak mengetahui dengan jelas batas-batas kehendak Tuhan dalam hidupnya dan bagi gereja Tuhan.


KESIMPULAN
Gereja Tuhan di Indonesia sedang dalam masa yang sulit. Ada kekacauan dan kemerosotan rohani yang dalam. Diperlukan orang-orang yang mau mencari Tuhan dengan tulus hati, yang mau menjadi solusi dan jalan bagi perubahan gereja DENGAN CARA TUHAN. Tanpa ada jiwa-jiwa yang mau membayar harga pemulihan ini, kekacauan akan terus berlanjut. Akan menjadi semacam perang yang semakin membesar dimana banyak yang akan terluka, kecewa, sakit hati dan pahit secara rohani. Gereja akan semakin ditinggalkan SAMPAI TAMPIL ORANG-ORANG YANG SUNGGUH-SUNGGUH RINDU MEMPERKENAN DAN MENYENANGKAN HATI TUHAN SAJA.

Andakah orang-orang itu?

SALAM REVIVAL
Indonesia dipenuhi kemuliaan TUHAN!


Comments

Popular posts from this blog

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

HIKMAT DAN KUTIPAN

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar