Oleh : Peter B, MA
AYAT HARI INI :
Kejadian 28:6-9 (TB)
Ketika Esau melihat, bahwa Ishak telah memberkati Yakub dan melepasnya ke Padan-Aram untuk mengambil isteri dari situ — pada waktu ia memberkatinya ia telah memesankan kepada Yakub: "Janganlah ambil isteri dari antara perempuan Kanaan" —
dan bahwa Yakub mendengarkan perkataan ayah dan ibunya, dan pergi ke Padan-Aram,
maka Esau pun menyadari, bahwa perempuan Kanaan itu tidak disukai oleh Ishak, ayahnya.
Sebab itu ia pergi kepada Ismael dan mengambil Mahalat menjadi isterinya, di samping kedua isterinya yang telah ada. Mahalat adalah anak Ismael anak Abraham, adik Nebayot.
Dalam nats di atas, dikatakan bahwa Esau sesungguhnya baru belakangan menyadari bahwa ayahnya tidak berkenan memiliki menantu perempuan dari Kanaan. Esau mengetahuinya setelah ia mendengar Ishak, ayahnya itu, menyampaikan berkat dan berpesan pada Yakub, adik Esau, untuk tidak mengambil istri perempuan Kanaan pada saat sang bapa melepas Yakub untuk pergi ke rumah Laban, pamannya di Padan Aram.
Dan mungkin karena itulah Esau kemudian mencoba mengambil hati ayahnya dengan mengawini perempuan keturunan Ismael (yang sebenarnya juga masih merupakan garis keturunan dari Abraham, kakeknya).
Dari kisah ini yang lalu dihubungkan dengan fakta-fakta lain mengenai Esau, dapatlah dikatakan bahwa Esau termasuk orang yang lambat dalam menyadari akan apa yang baik dan benar, khususnya ajaran dari orang tua dan kakeknya.
Saya berkeyakinan, apa yang disampaikan Ishak kepada Yakub telah disampaikannya juga kepada Esau. Hanya Esau tidak mempedulikannya. Ia tetap mengambil istri sesuka hatinya, yaitu perempuan-perempuan Kanaan itu (lihat Kejadian 26:34-35)
Begitu pula terkait hak kesulungan. Setiap anak-anak di keluarga Abraham pasti mengetahui tentang hal tersebut. Itu sebabnya Yakub sangat menginginkannya karena ia telah diberi tahu betapa bernilai dan berharganya hak kesulungan itu. Namun, sepertinya, Esau tidak terlalu peduli. Ia mendengar sekilas mengenai itu lalu tidak lagi memikirkannya lebih lanjut. Ia larut dalam aktifitas dan kesibukannya sendiri seperti berburu dan menjelajah alam. Ia juga lebih mengikuti pikiran dan kehendaknya sendiri daripada memperhatikan didikan dan ajaran orang tuanya. Tidak mengejutkan apabila kemudian ia memandang rendah hak kesulungannya. Menjualnya dengan murah, demi sekedar memuaskan rasa lapar dan keinginan memakan semangkuk masakan kacang merah (lihat Kejadian 25:29-34).
SIFAT ESAU DALAM DIRI KITA
Dari pribadi Esau, kita bisa belajar tentang salah satu sifat dan kebiasaan kita yang buruk terhadap Tuhan. Seperti Esau, kita kerap TIDAK DENGAR-DENGARAN akan pesan-pesan kebenaran yang disampaikan oleh Bapa sorgawi kita. Kita terlalu sibuk dengan urusan dan kegiatan kita sendiri. Kita mengambil keputusan dan menjalani hidup dengan pandangan yang kita anggap benar menurut ukuran sendiri. Kita tidak cermat memperhatikan bahkan tidak cukup peduli dengan nasihat dan petunjuk firman.
Akibatnya, kesadaran akan apa yang benar dan berkenan di hadapan Tuhan tidak kita miliki. Saat kita menyadarinya, seperti Esau, seringkali itu sudah terlambat dan kita terlanjur menderita kerugian yang besar.
Sikap semau gue dalam hubungan kita dengan Tuhan adalah kebodohan. Itu akan berakibat fatal bagi kita sendiri. Dan ketika yang fatal itu menimpa kita, iblis dapat membelokkanya dengan menipu kita bahwa Allahlah yang telah tidak adil dan jahat pada kita. Padahal kenyataannya, kitalah yang tidak memperhatikan petunjuk dan peringatan-Nya.
Yang paling menggelisahkan adalah kenyataan bahwa dalam ketidaksadarannya itu, Esau merasa baik-baik saja. Ia merasa tidak ada masalah dengan orang tuanya dengan mengambil istri-istri dari perempuan Kanaan itu. Ia menutup mata jika istri-istrinya itu mendukakan ayah ibunya. Hal yang sama dengan sikapnya terhadap hak kesulungannya. Ia merasa tidak ada masalah dengan menjualnya secara murah kepada adiknya. Dan memang inilah yang patut kita renungkan baik-baik. Yaitu bahwa mungkin saja kita sekarang ini merasa tidak ada masalah dengan bersikap acuh tak acuh terhadap ajaran Tuhan tetapi pada waktunya, kita akan menyesali (dengan sangat) kebodohan dan kelalaian kita itu. Kekecewaan dan penyesalan terbesar adalah saat hidup kita berakhir di dunia ini dan kita memasuki kekekalan di tempat yang salah atau andainya saja kita beroleh tempat di sorga, kita kehilangan upah, mahkota dan miskin harta di sana karena telah menghabiskan hidup mengejar perkara-perkara di bumi yang membuat kita melupakan apa yang kekal dan jauh lebih berarti dari sekedar harta dan kenyamanan hidup di dunia.
BERMULANYA KESADARAN ESAU
Dari uraian nats kita pada hari ini, Esau sampai pada titik kesadaran akan perbuatannya yang tidak menyukakan hati bapanya di saat :
1- Ia memperhatikan dengan seksama
Esau beroleh pencerahan setelah ia mendengarkan dan mengamat-amati pesan Ishak pada Yakub dan bagaimana Yakub mentaati pesan ayahnya itu.
Ini seharusnya juga menjadi pelajaran bagi kita. Yakni supaya kita tidak dengan gampangnya asal mendengar atau membaca pesan firman. Supaya kita tidak sekedar pilih-pilih mana yang ingin kita dengar dan ikuti lalu membuang apa yang kita rasa tidak penting dan tidak sesuai dengan keinginan hati kita.
Menyelami kehendak Bapa di sorga itu memerlukan modal penting yang wajib kita sediakan jika kita benar-benar ingin mengetahui isi hati-Nya. Kita memerlukan telinga yang dengar-dengaran senantiasa. Sekali lagi, dengar-dengaran. Memperhatikan, menyimak sampai memperoleh pengertian yang tepat akan kehendak Tuhan
Maslahnya, ada anak-anak Tuhan yang baru tahu sedikit saja kebenaran, sudah merasa tahu lalu menjadi sok tahu seolah-olah ia telah mengenal seluruh kebenaran sehingga ia menjadi sombong dan mengecilkan yang lain.
Ada pula yang merasa dirinya sudah mengerti namun pengertian tersebut tidak dapat diwujudkan praktek hidupnya sehari-hari. Itu karena ia belum cukup mendengar dan menyelami apa yang dimaksud oleh Tuhan. Ia terlalu terburu-buru menafsirkan maksud Tuhan.
Sebagian lagi ada yang tidak menyukai detail atau rincian petunjuk Tuhan. Ia memandang hal tersebut merepotkan dan mengada-ada. Ia bersikap apatis atau skeptis terhadap firman. Ia tetap melakukan kebiasaan-kebiasaan lamanya tanpa merasa perlu melangkah dalam pimpinan Tuhan tersebut. Ia mau lihat-lihat dulu, memilih untuk wait and see, menunggu apakah benar pesan itu menjadi kenyataan.
Memang benar adanya bahwa salah satu tanda menguji pesan nubuatan misalnya, adalah dengan melihat apakah pesan tersebut menjadi kenyataan (digenapi) atau tidak. Persoalannya, tidak semua menyadari, bahwa jika semua harus menunggu kenyataan nubuatan itu digenapi dulu baru percaya, adalah fatal ketika penggenapan nubuat tersebut ternyata adalah suatu malapetaka yang menimpa. Orang yang tidak mampu menguji nubuatan mengenai bencana dan malapetaka sebelum itu terjadi, akan melihat nubuat itu menjadi kenyataan pahit karena ia sendiri tertimpa malapetaka itu akibat terlambat untuk mengantisipasinya.
Dan bukankah kita setuju bahwa orang yang tidak mengindahkan prediksi otoritas pengamat iklim seperti BMKG yang memperingatkan akan adanya potensi-potensi kekuatan alam yang dahsyat namun tidak membuat persiapan tentang itu adalah seorang yang bodoh (seperti yang banyak disindirkan oleh warganet terhadap salah satu pemimpin daerah di Indonesia)?
Kesadaran akan kehendak Tuhan, akan apa yang berkenan dan tidak di hadapan-Nya, akan lebih cepat menjadi milik kita ketika kita rajin mengamati dan memperhatikan pengajaran dan petunjuk-Nya
2- Ia merenung, memeriksa diri lalu mengoreksi kesalahannya
Esau membandingkan pesan ayahnya dengan keadaan dirinya. Juga membandingkan sikapnya terhadap pesan ayahnya dengan sikap Yakub. Saat itulah ia tersadar bahwa apa yang dilakukannya selama ini ternyata jahat adanya.
Di sini, lagi-lagi, kita dihadapkan dengan kekuatan dari apa yang disebut introspeksi. Melalui introspeksi, yang merupakan sikap memeriksa, menguji dan menghakimi diri sendiri datang kesadaran akan apa yang baik, adil dan benar, khususnya jika kita melakukannya di hadapan Tuhan.
Banyak sekali orang Kristen yang membaca Alkitab maupun artikel rohani, atau menemukan kutipan kata-kata hikmat dan rohani atau mendengarkan khotbah firman atau pengajaran namun yang pikirannya segera melayang mencari-cari siapa orang yang digambarkan dalam khotbah tersebut. Ia mencoba mencari dan mengingat-ingat siapa saja yang mungkin bisa memenuhi unsur kesalahan dari pembahasan tersebut. Siapapun itu…. kecuali dirinya. Sesungguhnya, inilah sikap sok rohani dan bentuk ketidaksadaran itu. Sebagaimana yang digambarkan Yesus sebagai sikap yang suka "melihat selumbar di mata orang tetapi balok di matanya sendiri ia abaikan". Sangat teliti menemukan kesalahan pada orang tetapi yang jelas-jelas keliru dari dirinya tak diketahuinya. Pada umumnya memang manusia suka sibuk dan giat menilai orang tetapi lupa bahwa dirinya sendiri tidak pernah dinilai dan dikoreksi.
Pertama-tama dan di atas segalanya, kita wajib menghakimi diri kita sendiri di urutan pertama. Kita harus mengarahkan mata dan telunjuk terlebih dahulu pada hidup kita sendiri. Membawanya ke hadapan Tuhan untuk diterangi cahaya wajah-Nya (Mazmur 90:8) supaya dosa dan kesalahan kita tersingkap dan kita menyadarinya. Dengan demikian kita tidak akan takabur dan ceroboh. Merasa diri pandai dan benar padahal selama ini kita telah menyimpang dari jalan Tuhan dan menyakiti hati-Nya. Dan sebaliknya. Menilai orang lain keliru padahal bisa jadi apa yang disampaikannya benar dan merupakan cara Tuhan berbicara mengoreksi kita.
Introspeksi adalah kunci menuju kesadaran akan apa yang Tuhan kehendaki dan inginkan dalam hidup kita. Mengamat-amati hidup kita dan membandingkannya dengan hasil perenungan dan pengamatan kita akan firman dengan jujur dan terbuka di hadapan Tuhan akan membawa kita kepada titik dimana kita mengetahui secara tepat posisi (rohani) kita dalam Tuhan. Dengan demikian, kita menjadi lebih peka dan siap diarahkan selanjutnya oleh Roh Kudus pada jalur dan tingkat perjalanan serta pengalaman rohani yang seharusnya daripada terus berlari dengan kecepatan tinggi pada lintasan yang salah.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Yakub memiliki banyak kelemahan dan kebiasaan buruk. Namun Tuhan menghargai jiwanya yang memahami apa yang berharga dalam hidup, yaitu berkat dan perkenan Tuhan. Dan inilah yang harus kita kejar : BERKAT DAN PERKENAN TUHAN. Itu semua diawali dengan sikap dengar-dengaran, taat, percaya dan tekun berpegang pada ajaran serta janji Tuhan. Dan ini merupakan kebalikan dari sikap ikut Tuhan asal-asalan dan seenak hati kita sendiri sambil mengharap dan menuntut berkat-berkat terbaik Tuhan.
Karena itu, carilah apa yang berkenan di hadapan Tuhan. Peganglah itu. Lakukan itu. Hidupi semuanya itu. Lebih dari sekedar formalitas dan ibadah-ibadah yang mati. Jadikanlah diri Anda orang-orang YANG TAHU MENILAI DIRI, MENYADARI KEADAAN DIRI, MAMPU MEMAHAMI APA YANG TUHAN KEHENDAKI atas diri Anda. Bukan sebagai orang-orang yang lambat dan terlambat untuk sadar tetapi yang tanggap dan aktif menangkap serta mengerjakan kehendak Tuhan.
Hiduplah di hadapan-Nya dengan kerinduan untuk selalu mencari dan melakukan apa yang menyenangkan hati-Nya. Berkat dan perkenan Tuhan pasti dilimpahkan-Nya bagi Anda. Bersama-sama Tuhan, Anda akan dibawa dalam rancangan keselamatan dan hidup yang terbaik selama di dunia sekarang ini dan pada saatnya menerima warisan kekal Anda di sorga nanti.
Salam Revival!
Tuhan Yesus Memberkati Kita Semua
Comments
Post a Comment