Skip to main content

PENGERTIAN "JALAN-JALAN YANG JAHAT" DALAM 2 TAWARIKH 7:14

Oleh Peter B,  MA


Tentang pandangan seseorang bahwa ia tidak perlu datang merendahkan diri, berdoa, bertobat, mengakui kesalahan kita karena tidak pernah membunuh, merampok, berzinah dsb… 
Dan apa sebenarnya yang dimaksud dengan "jalan² yang jahat",
Berikut tanggapan saya : 

(1) Dari konteks ayat 2 Tawarikh 7:14

• Ayat 2 Tawarikh 7:14, yg merupakan syarat dan janji pemulihan dari Tuhan atas Israel, tidak dapat dilepaskan dari ayat 13 nya

•2 Tawarikh 7:13 berbicara mengenai sebab mengapa Tuhan memberikan syarat dan janji pemulihan tsb.
Dikatakan di ayat 13 tsb : 

Bilamana Aku menutup langit, sehingga tidak ada hujan, dan bilamana Aku menyuruh belalang memakan habis hasil bumi, dan bilamana Aku melepaskan penyakit sampar di antara umat-Ku,

•Jadi syarat merendahkan diri, berdoa, mencari wajah Tuhan dan berbalik dari jalan² yang jahat itu DISEBABKAN suatu keadaan yang terjadi sebelumnya. Keadaan apa itu? Keadaan sukar, keadaan bencana, keadaan krisis secara nasional. 

•Pertanyaannya, apakah keadaan krisis nasional ini sekarang terjadi? Adakah bencana besar yang sedang menimpa sehingga orang sulit mendapat makanan, terkena sakit penyakit, tidak bisa mendapatkan hasil kerja? Kalau ada, BERARTI PERLU MELAKUKAN SYARAT² UNTUK PEMULIHAN KEADAAN TSB! 

•Kalau keadaan ternyata sudah serba sukar, banyak bencana, krisis di segala bidang, kejahatan di mana², sampai wabah pun terjadi, JANGAN BILANG KALAU TIDAK PERLU BERTOBAT, BERBALIK DARI JALAN² YANG JAHAT. 


(2) Dari konteks perintah utama Yesus dalam Matius 22:36-39

36 "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" 
37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.
39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

• Perintah Tuhan yang utama bagi kita sebagai umat ciptaan-Nya, jika kita mengenal Dia, itu bukan supaya sekedar hidup jadi orang baik² saja. 
Tapi dipanggil untuk terhubung dengan Tuhan, mengasihi Tuhan, menyembah serta memuliakan nama-Nya sepanjang hidup kita. 

• Dari sudut pandang ini saja, kita tidak akan pernah cukup memenuhi standar Tuhan dan masih harus dijauhkan hari demi hari. Bagaimana mungkin kita sudah merasa baik² saja dengan hidup biasa² sebagai orang baik² selama di dunia? Bukankah itu masih jauh dari memperkenan Tuhan apalagi jika hidup kita masih semata² fokus kepada diri kita sendiri saja?  


(3) Dari kisah pemuda kaya yang datang menanyakan tentang hidup kekal kepada Yesus (Matius 19:16-22)

•Jika ukuran sikap kepada Tuhan hanya sekedar jadi orang baik saja, mengapa pemuda kaya itu masih mencari Yesus dan menanyakan mengenai bagaimana caranya supaya memperoleh hidup kekal? Bukankah ia sudah jadi orang baik, terpandang, sukses di mata orang, tidak ada cacat dan cela di mata masyarakat? Mengapa ia masih datang bertanya ada Yesus jika hatinya sudah tenang dan telah yakin ia masuk sorga? 

Itu karena jauh di dasar hatinya, ia merasa bahwa jadi orang baik² saja TIDAK CUKUP UNTUK DITERIMA DI HADAPAN TUHAN. Pemuda ini tahu dan karena itu hatinya gelisah. Ia tetap belum merasa pasti posisinya benar dan tempatnya tetap di kekekalan. Sekalipun ia hidup dengan suatu cara yang bermoral, menjadi orang baik dan taat hukum agama, nyatanya itu BELUM MEMUASKAN HATI TUHAN. 
Tuhan mencari orang² yang mau meninggalkan segala sesuatu untuk mengasihi-Nya dan mengikuti Dia kemana Ia pergi. 

•Jika hidup normal dan sebagai orang baik saja tidak cukup di hadapan Tuhan, PASTILAH ada DOSA BESAR jika sampai ada bencana dan krisis yang besar menimpa suatu kaum! 


(4) Dari perspektif Wahyu 3:14-20 tentang jemaat Laodikia 

•Pesan dan teguran Tuhan kepada jemaat Laodikia menunjukkan bahwa SANGAT MUNGKIN jemaat Tuhan menilai dirinya secara keliru. Merasa tidak ada masalah dengan hidupnya, padahal di hadapan Tuhan ia sangat bermasalah. Menyangka dirinya baik² saja dan diterima atau dikenan Tuhan tapi sebenarnya Tuhan telah menolaknya dan memandang keadaannya sangat menyedihkan di hadapan Tuhan. 

•Merasa dirinya tidak bermasalah, tidak pernah melakukan dosa besar ini dan itu, TIDAK BISA JADI JAMINAN SUDAH BERKENAN DI MATA TUHAN. 
Sebab bila tidak periksa diri, uji diri, intropeksi dan koreksi diri, bisa jadi keadaan rohaninya sama sekali berbeda dengan yang dinilai Tuhan. 

•Contoh lain untuk ini adalah Simon yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 8. Ia mantan penyihir yang punya pengaruh besar di Samaria, yang belakangan bertobat melalui pemberitaan Injil Filipus. Melihat rasul² datang ke sana dan menumpangkan tangan pada jemaat yang lalu dipenuhi Roh Kudus, Simon membujuk rasul² dengan menawarkan sejumlah uang supaya mereka memberikan kuasa Allah itu kepadanya. Rupanya ia ingin menjadi terpandang di mata orang² sekotanya seperti dahulu dia sebagai paranormal terkenal. Ia merasa dirinya sudah benar dan rindu melayani tapi Petrus mengatakan bahwa hatinya tidak lurus di hadapan Tuhan, ia jahat dan perlu bertobat keren hatinya seperti empedu pahit yang terjerat kejahatan (Kisah 8:20-23). Simon termasuk salah seorang yang salah menilai diri. Dia merasa sudah benar tapi sebenarnya ia sudah berlaku jahat di hadapan Tuhan meskipun telah menjadi seorang Kristen. 
Jelas sekali, jika seseorang tidak introspeksi diri secara benar, ia bisa menyangka dirinya baik² saja padahal kenyataannya bisa jauh dari perkiraannya itu. 


(5) Dari perspektif krisis² di zaman Daud

•Di masa pemerintahan Daud, tercatat dalam Alkitab ada dua krisis besar. Kelaparan selama 3 tahun berturut² (2 Samuel 21) dan wabah sampar selama 3 hari (2 Samuel 24). Yang pertama disebabkan karena ada kesalahan tersembunyi dari raja Israel sebelumnya. Yang kedua karena kesalahan Daud, yang hatinya sempat menyimpang sebagai pemimpin bangsanya. 

•Dari kedua krisis tersebut, ada persamaan yang cukup jelas. Keduanya melibatkan dosa dari sang pemimpin bangsa, yang sebenarnya secara tidak langsung berimbas pada perilaku rakyatnya. Dosa Saul membuat rakyat berlaku semena² kepada suku Gibeon dan melanggar perjanjian mereka dengan suku itu pada masa Yosua. Dosa Daud yang bermaksud memegahkan diri berdampak pada perbuatan² orang Israel yang kemudian membangkitkan murka Tuhan. 
Persamaan lain dari penyebab krisis tersebut TERNYATA adalah suatu dosa yang tidak mudah dideteksi atau secara nyata diketahui oleh kebanyakan orang. 
Dan ini masih belum berbicara mengenai beberapa krisis politik/pemerintahan di zaman Daud juga, yang sedikit bantuan membuat rakyat terbelah dan memasuki masa² sukar. 

•Dari fakta di atas, dapatlah disimpulkan bahwa ketika suatu krisis terjadi atas suatu bangsa, maka SUDAH SEHARUSNYA SETIAP ORANG, LEBIH² PARA PEMIMPIN BANGSA MELAKUKAN INTROSPEKSI DIRI. Jangan malah kemudian membenarkan dan membela diri, merasa sudah baik dan berbuat cukup, mengatakan tidak ada msalah serius dan semua baik² saja. Ini kebodohan dan kebebalan yang besar di hadapan Tuhan, yang justru akan membawa kepada keadaan yang lebih parah lagi dan kepada krisis selanjutnya yang lebih besar.  


(6) Dari perspektif berkat dan kutuk dalam taurat

•Ambillah contoh dalan Ulangan 28 tenang berkat dan kutuk. 
Berkat diberikan bagi bangsa yang taat dan dengar²an akan suara Tuhan. Ditandai dengan kelimpahan, keadaan yang baik, kemenangan, dan kehormatan di antara bangsa² lain. Bangsa itu terus naik dan tidak mengalami penurunan. 
Sebaliknya, kutuk jatuh ke atas bangsa yang tidak taat, tidak mendengarkan suara Tuhan dan tidak setia menjalankan kehendak Tuhan. Itu ditandai dengan keadaan yang buruk, malapetaka, bencana, kekurangan, kekalahan dan kemerosotan.

•Menilik kondisi bangsa kita, seperti apakah kondisi yang sedang terjadi dan dialami seluruh bangsa? 
Jika dalam keadaan merosot dan degradasi penurunan di segala bidang, sudah seharusnya seluruh bangsa ini tahu jika kutuklah yang sedang turun ke atasnya. Dan bila kutuk yang turun, pastilah ada dosa dan kejahatan di mata Tuhan sehingga Dia menahan berkat-Nya dan melepaskan hajaran-Nya atas negeri kita. 


(7) Dari sudut pandang perumpamaan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai yang berdoa di bait Allah (Lukas 18:9-14)

•Perumpaman tsb diberikan Yesus untuk menyindir orang yang merasa dirinya benar dan suka merendahkan orang lain (lihat ayat 9)

•Orang Farisi membanggakan semua perbuatan baiknya, sedangkan pemungut cukai memukul diri dan memohon ampun atas dosanya. Jelas sekali Yesus mengatakan, yang benar di hadapan Tuhan adalah sang pemungut cukai, bukan orang Farisi. 

•Maksud dari perumpamaan di atas tidak lain adalah bahwa saat kita menghadap Tuhan, KITA HARUS MENGAMBIL SIKAP MEMERIKSA DIRI, MERENDAHKAN DIRI, MINTA DILAYAKKAN DAN MOHON KASIH KARUNIA TUHAN. Itulah semangat pertobatan. Semangat yang dihargai dan dikenan Tuhan karena manusia pasti selalu ada salah bahkan sering sarat dengan dosa. Sikap memegahkan diri, merasa sudah baik dan berkenan di hadapan Tuhan bukan suatu sikap yang membuat kita terhubung dengan Tuhan. Yang datang pada Tuhan dengan sikap demikian ada dasarnya membanggakan diri dan menyalahkan pihak lain daripada mencari tahu apa yang perlu dibereskan dari hidupnya.
Kesombongan tidak akan pernah diterima di hadirat Tuhan! 


Dari semua poin² di atas, sudah semestinya kita tidak berkilah, menilai diri menurut ukuran sendiri lalu membela diri dengan mengatakan tidak ada dosa dan masalah dalam hidup kita sehingga tidak merasa perlu bertobat di hadapan Tuhan. Sikap demikian akan menambah murka Tuhan semakin besar sebab sesungguhnya Tuhan menunggu pertobatan dan sikap merendahkan diri tapi yang didapati-Nya adalah kesombongan dan kebebalan. 

Mari memeriksa diri, datang dalam semangat pertobatan, menerima koreksi dan teguran dari Tuhan, berbalik dari jalan² kita yang jahat. 

Semoga menjadi berkat. 
Tuhan memberkati.. 

Salam revival!

Comments

Popular posts from this blog

HIKMAT DAN KUTIPAN MENGENAI MENDIDIK VS MEMANJAKAN

Oleh: Bpk. Peter B, MA Orang tua yang memanjakan anak-anaknya justru menjerumuskan sang anak dalam kebodohan dan kehancuran. Jika kita mendidik anak-anak kita, pasti TUHAN lebih lagi. Dia tidak akan begitu saja memberikan apa yang diinginkan anak-anak-Nya sehingga mereka malahan justru makin mudah ditipu dan disesatkan iblis. Jerat-jerat iblis dipasang melalui berbagai pengajaran yang hampir benar untuk menyimpangkan anak-anak Tuhan dari apa yang benar.... #Waspadalah #CariPesanYangMurni #YangBenarVsYangHampirBenar

DUA GOLONGAN ORANG DALAM AMSAL 17:10

Oleh Sharon R.  Amsal 17:10 (TB)    Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada seratus pukulan pada orang bebal.  Amsal 17:10 (VMD)   Orang cerdas belajar lebih banyak dari satu teguran daripada orang bodoh belajar melalui 100 pukulan. Ada dua golongan orang yang disebutkan dalam nats diatas. Orang berpengertian dan orang bebal. Kita akan melihat ciri masing² orang tersebut melalui respon mereka terhadap teguran dari Tuhan. Orang berhikmat atau berpengertian menghargai dan belajar dari setiap teguran kepada dirinya. Ketika hal buruk terjadi dengan bersegera ia introspeksi diri dan tidak mencari kambing hitam di luar dirinya. Hatinya terbuka untuk setiap koreksi dari Tuhan. Ia menyadari dirinya lemah, mudah sesat dan perlu selalu koreksi dan perbaikan untuk kebaikan dan pertumbuhan karakter dan rohaninya. Ia tidak pernah mencari² alasan untuk membenarkan diri. Ia selalu menyediakan hati yang remuk bagi Tuhan. Juga hati seorang murid yang rela dan rindu untuk bel

SIKAP DAN PANDANGAN KITA YANG SEHARUSNYA TERHADAP NUBUAT /PENGLIHATAN: MENANGGAPI PESAN PROFETIK YANG DISAMPAIKAN OLEH CINDY JACOB DI MEDIA SOSIAL

Oleh: Didit I. Beberapa hari ini saya mendapatkan kiriman cukup banyak dari rekan-rekan di media sosial tentang nubuatan dari Cindy Jacob terkait Bapak Ahok. Menanggapi pesan nubuatan dari Cindy Jacob yang disebarkan di media sosial tersebut, Tuhan menggerakkan saya untuk mengajak rekan-rekan dan seluruh umat Tuhan untuk bersama menguji pesan yang disampaikan oleh Cindy Jacob dan mencari kehendak Tuhan dalam pesan tersebut. Pesan profetik yang disampaikan oleh Cindy Jacob seperti gambar di bawah ini: Sesuai dengan 1Tesalonika 5:19-22, kita tidak boleh memandang rendah setiap nubuatan namun juga tidak boleh langsung menerimanya mentah-mentah, sebaliknya kita harus mengujinya. Ini berarti sikap kita terhadap setiap nubuatan/penglihatan adalah menampungnya untuk kemudian diuji sesuai dengan cara dan prinsip Firman Tuhan dan mencari maksud serta tujuan pesan nubuatan/penglihatan tersebut. Penting di sini untuk bersikap netral/tidak berprasangka terlebih dahulu terhadap setiap pesan nubuata