Oleh : Peter B
Kata Samuel kepada Saul: "Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah TUHAN, Allahmu, yang diperintahkan-Nya kepadamu;…"
1 Samuel 13:13 (TB)
Karakter seseorang diuji saat ia menghadapi tekanan, apapun bentuknya, dalam hidupnya. Termasuk karakter rohaninya.
Saat seseorang mengalami saat² sukar, secara rohani akan terlihat siapa dia sebenarnya. Apakah ia seorang yang takut akan Tuhan, yang mengandalkan Tuhan dan menyandarkan hidup pada kasih dan pertolongan Tuhan… atau ia seorang yang justru menjadi kecewa, pahit, melemah imannya kepada Tuhan.
Saul baru 2 tahun memerintah sebagai raja di Israel (lihat 1 Samuel 13) saat mengalami tekanan besar yang pertama sebagai raja. Dalam sebuah peperangan, anaknya Yonatan, memenangkan pertempuran. Sang raja bangga. Ia mengumumkan kemenangan anaknya itu sebagai kemenangannya (1 Samuel 13:4). Sayangnya, sesuatu yang semula dimaksudkan untuk membesarkan namanya sebagai raja yang berhasil, nyatanya berbalik arah. Lawannya, orang² Filistin semakin marah dan membuat mereka mendatangkan balatentara lebih besar lagi -jauh lebih banyak- untuk menghadapi Saul.
Rakyat yang semula bangga dengan pemimpinnya, melihat sendiri betapa kalut dan lemahnya junjungan mereka itu. Ia tidak melakukan apapun -bahkan untuk sekedar berbicara menguatkan rakyatnya- supaya percaya dan mengandalkan Tuhan.
Ia sendiri sebenarnya tidak memiliki keyakinan pada Tuhan!
Menghadapi tekanan, otak Saul berpikir keras. Ia mulai mencari kesalahan yang menjadi sebab situasi itu. Kesimpulannya, Samuel. Ya, Samuel yang tidak datang². Padahal seharusnya nabi itu mempersembahkan korban sesuai jadwal bersama² dengan dia di Gilgal supaya rakyat termotivasi menang dalam perang. Kenyataannya sang nabi memang tidak muncul². Ini pasti sang nabi lalai pikir Saul. Dan Saul memutuskan mengambil alih tugas Samuel. Ia bertindak lancang. Tidak mengikuti petunjuk Tuhan (1 Samuel 13:9-10).
Begitu mengetahui yang dilakukan Saul, Samuel menegur raja itu dengan keras. Sangat keras bahkan. Tidak tanggung². Dan tampaknya itu dipandang sebagai dosa yang tidak main² di hadapan Tuhan. Berdasar perkataan Samuel, yang dapat dipandang sebagai pernyataan isi hati Tuhan, jelas sekali Tuhan sudah berniat mencari raja pengganti Saul dan keturunannya. Seorang raja yang berkenan di hati-Nya. Tidak seperti Saul yang telah mengabaikan Tuhan.
Saul gagal menghadapi tekanan sebagai raja. Sikapnya mencerminkan siapa dirinya. Ia bukan manusia rohani. Ia tidak memiliki hubungan maupun pengenalan akan Tuhan. Ia lebih menyukai pencitraan daripada kualitas sejati. Ia menaruh percaya pada ritual dan praktek formal agama daripada memahami isi hati Tuhan. Ia seorang yang mencari hal² yang besar bagi dirinya tapi bukan bagi Tuhan. Ia "memanfaatkan" Tuhan demi citra, kepentingan dan tujuannya menjadi raja yang dikagumi rakyatnya. Ia tidak mencari Tuhan dan kehendak-Nya. Ia tidak peduli kehendak dan maksud hati Tuhan.
Di hadapan Tuhan, itu kesalahan yang besar. sebab, bagaimana mungkin seorang pemimpin dari umat Tuhan, tidak mencari hati dan kehendak Tuhan, dalam memimpin umat Tuhan?
Melalui tekanan² yang kita alami di hidup kita, akan tersingkap siapa diri kita. Kita akan melihat siapa diri kita apa adanya dari setiap reaksi dan respon kita terhadap tekanan² hidup itu - bila kita rajin memeriksa diri daripada kerap menilai orang lain. Juga dari bagaimana kita merespon segala sesuatu, khususnya hal² yang sulit dan menekan hidup kita, kita tahu seberapa dalam kerohanian dan hubungan kita dengan Tuhan.
Jika kita mencari Tuhan, mengejar isi hati dan kehendak-Nya, menanti²kan petunjuk dari Dia untuk mengikuti pimpinan-Nya, sungguh, kita adalah orang² yang mengandalkan Tuhan.
Sebaliknya, jika kita merespon tekanan hidup dengan pikiran kita sendiri, dengan bereaksi secara emosional dan gegabah, mencari pembenaran diri daripada kebenaran sejati, berhati-hatilah supaya kita tidak tersesat jalan. Seperti Saul.
Termasuk dalam golongan² semacam ini adalah mereka yang berpikir bahwa dengan melakukan berbagai macam ibadah formal, mereka sudah bertindak sesuai kehendak Tuhan. Makin banyak tekanan, makin rajin ke gereja, makin banyak berdoa, lebih sering datang ibadah, juga menyumbang lebih banyak lagi dan sebagainya. Serupa dengan Saul, itu bukan tanda² kerohanian yang Tuhan cari. Itu tanda keagamawian, yang justru Tuhan tak sukai.
Saat mengalami tekanan² hidup, Tuhan mau kita bukan lebih banyak berdoa, tapi lebih banyak mencari Dia.
Bukan lebih banyak menghadiri ibadah, tapi lebih banyak menjalin hubungan dengan Tuhan.
Bukan lebih banyak beramal dan aksi sosial, tapi lebih tekun mencari kehendak dan isi hati-Nya.
Bukan mencari cara untuk menunjukkan bahwa diri kita baik dan saleh, tapi menunjukkan bahwa kita ini lemah dan sangat bergantung kepada-Nya dalam segala hal
Tahukah Anda perbedaannya?
Bisakah Anda melihat ketidaksamaannya?
Manakah yang sering menjadi reaksi Anda saat menghadapi tekanan?
Di tahun² berikutnya setelah peristiwa Saul itu, Tuhan menemukan seseorang yang berkenan di hati-Nya. Yang kemudian diurapi dan diangkat-Nya menjadi raja kedua Israel. Dia melakukan kebalikan dari yang dilakukan Saul. Dalam tekanan apapun di sepanjang hidupnya, ia berpaling pada Tuhan, mencari wajah Tuhan dan minta petunjuk Allahnya itu. Nama orang itu Daud.
Tuhan menyebutnya : orang yang berkenan di hati-Nya.
Bagaimana dengan Anda?
Salam revival!
Indonesia penuh kemuliaan Tuhan.
Comments
Post a Comment